Beberapa petugas memilah sampah di salah satu TPS3R di Denpasar. Pemkot Denpasar terus berupaya memperbanyak TPS3R guna menyelesaikan masalah sampah. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Masalah pelik diprediksi akan terjadi menyusul penutupan TPA Suwung bagi sampah organik. Denpasar belum memiliki pengelolaan sampah memadai karena hanya tersedia 24 TPS 3R dan masih sedikit teba modern.

Sementara TPST belum dapat dioptimalkan karena terkendala sejumlah masalah. Padahal dari 1.000 ton sampah per hari, sebagian besar adalah sampah organik.

Kepala Bidang Persampahan dan Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Denpasar I Ketut Adi Wiguna sementara menyampaikan beberapa hal. Pertama mengimbau masyarakat meningkatkan pemilahan sampah dan mengikuti jadwal pengangkutan.

Kedua, mengoptimalkan bank-bank sampah, TPS 3R dan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai.

Ketiga, mengoptimalkan inovasi teba modern yang ada di masing-masing wilayahnya. Teba modern ini telah ada 300-400 lubang teba modern. “Itu bisa menjadi salah satu mengurangi sampah keluar dari rumah sehingga tidak ada sampah ke TPA,” ujarnya.

Baca juga:  Persentase Sampah di Bali Belum Dikelola Lebih Banyak, TPA Suwung akan Segera "Overload"

Hingga saat ini belum semua desa di Denpasar memiliki TPS 3R. Hanya ada 24 TPS 3R dari 43 desa/kelurahan. Lebih banyak menggunakan swakelola yang notabene hanya melakukan angkut sampah.

Menurut Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, I Wayan Budha sebelumnya, pengelolaan sampah dengan TPS 3R belum semua desa mampu melakukan karena terkendala lahan, baik karena mahalnya harga lahan atau memang tidak ada lahan yang bisa digunakan di desa itu.

“Belum semua desa/kelurahan punya TPS 3R atau pola pengelolaan sampah, karena kendala lahan. Jika semua lahan di Denpasar cukup, mungkin semua sudah terbentuk TPS 3R,” ungkapnya.

Meski demikian, diakui sudah semua desa memiliki pola pengelolaan sampah yaitu swakelola sampah namun dominan terbatas pada usaha jasa pengangkutan. “Semua desa sudah memiliki swakelola, di tingkat desa/lurah. Swakelola ini ada yang diambil oleh lurah atau desa, ada yang diambil oleh dusun/lingkungan. Namun, swakelola kebanyakan menggunakan pola angkut, diambil dibawa ke TPS  dibuang,” ungkapnya.

Baca juga:  Mulai 30 November 2019, Badung Tak Lagi Buang Sampah ke TPA Suwung

Perbekel Desa Sumerta Kauh I Wayan Sentana, Kamis (31/7) mengaku selama ini sampah diangkut unit swakelola dibawa ke TPS Kreneng. Meski desa belum memiliki TPS3R namun telah memiliki satu bank sampah. “Karena mau ditutup ya kita ikuti dulu,” ujarnya.

Menurutnya mau tidak mau, pengelola dan masyarakat harus mengikuti. Selama ini peran bank sampah yang dikelola desa cukup besar di Desa Sumerta Kauh dalam mengelola sampah anorganik karena desa tak memiliki TPS 3R.

Baca juga:  Penanganan Sampah di TPA Gunakan 3R

Hal itu karena terbatasnya lahan untuk mengelola sampah. Ke depan bank sampah akan meningkatkan pelayanan kepada sampah. “Selama ini sampah diangkut unit swakelola yang membuang ke TPS Kreneng. Tiang berharap desa adat berperan juga karena cakupan desa adat bisa lebih luas untuk TPS 3R, karena desa dinas terbatas cakupannya, ada batas juga,” ujarnya.

Volume sampah desa Sumerta Kauh mencapai 10-15 meter kubik per hari, 70 persennya merupakan sampah organik terutama dari rumah tangga. Dengan 4.800 KK di 6 banjar menurutnya aturan baru TPA Suwung terkait melarang pembuangan sampah organik, mala menurutnya desa masih bisa mengatasi. “Wilayah desa juga kecil, jadi masih bisa diatasi,” tandasnya. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN