I Made Rentin. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pembiayaan karantina COVID-19 di Bali sedang diselidiki Kejaksaan Tinggi (Kejati). Kasipenkum Kejati Bali, A. Luga Harlianto, Jumat (22/4), menyatakan sudah memanggil sejumlah hotel untuk dimintai keterangan terkait Pertanggungjawaban Bantuan Dana Siap Pakai (DSP) pembiayaan tempat karantina tahun 2020 dan 2021 di Provinsi Bali.

Terkait ini, Satgas Penanganan COVID-19 Bali angkat bicara. Sekretaris Satgas, Made Rentin, mengatakan DSP bersumber dari APBN yang disalurkan melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di masa pandemi Covid-19 ini. DSP dimanfaatkan salah satunya untuk pembiayaan hotel karantina bagi pasien Covid-19 yang gejala ringan dan orang tanpa gejala (OTG).

Ia menjelaskan Satgas Penanganan COVID-19 Provinsi Bali juga mendapat fasilitas DSP untuk hotel karantina, yang dimulai sejak September 2020 sampai dengan Februari 2021. “Selama kurang lebih 6 bulan memanfaatkan DSP untuk perawatan pasien OTG – GR yang tersebar di 15 hotel di Bali, yang dominan ada di Denpasar,  Badung, dan Gianyar,” jelas Rentin dikutip dari keterangan tertulisnya, Sabtu (23/4).

Baca juga:  Siaga Gunung Agung, Sudah 9.421 Orang Mengungsi

Dijelaskan pula, total DSP yang harus dibayarkan ke hotel-hotel di Bali sebesar Rp27.676.390.000 tetapi dana yang baru diterima sebesar Rp24.771.575.000. Sehingga masih ada kekurangan (tunggakan) sebesar Rp2.904.815.000.

Adapun proses permohonan DSP melalui mekanisme yaitu pengajuan proposal, dan dilakukan review oleh BPKP Perwakilan Provinsi Bali. “Review dilakukan untuk mengkaji kelayakan dan kesesuaian baik harga maupun peruntukan DSP itu. Angka 27,6 milyar lebih itu adalah hasil review BPKP Perwakilan Provinsi Bali yang menyatakan layak untuk dibayar dari DSP,” jelas pria yang juga Kalaksa BPBD Provinsi Bali ini.

Ia menegaska bahwa segala kelengkapan administrasi, termasuk hasil review BPKP sudah lengkap, untuk dijadikan dasar pembayaran DSP oleh BNPB. “Tetapi sudah 1 tahun, tunggakan Rp 2,9 miliar lebih belum dibayarkan oleh BNPB, jadi bukan tunggakan Pemerintah Provinsi Bali (Satgas). Info terakhir yang diperoleh dari Pejabat BNPB bahwa masih menunggu gelontoran anggaran dari Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan,” terangnya.

Ia mengaku selaku Sekretaris Satgas, sudah hadir memenuhi undangan Kejaksaan Tinggi Bali pada Rabu 13 April 2022, memberikan penjelasan sekaligus klarifikasi terhadap DSP untuk hotel karantina di Bali. Dirinya membeberkan dua pertanyaan mendasar yang harus dijawab yaitu apakah DSP digunakan untuk pembelian masker. “Kami jawab “tidak” karena DSP hanya untuk pembiayaan hotel karantina saja, sedangkan masker kami terima dalam bentuk barang sedangkan pengadaannya oleh BNPB,” tandas Rentin.

Baca juga:  Kejati Sita Tanah dan Bangunan Bank Sinarmas Di Lahan Tahura

Lalu yang kedua, terkait adanya  tunggakan DSP.  “Terhadap pertanyaan ini, dapat dijelaskan bahwa tunggakan sebesar Rp 2,9 milkar lebih, adanya di BNPB bukan kami di BPBD (Pemprov. Bali), kami meyakinkan bahwa semua proses dan syarat kelengkapan dokumen (terutama review BPKP) sudah final sebagai dasar (acuan) untuk pembayaran DSP oleh BNPB. Hal yang sama juga kami jelaskan saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komite I Bidang Hukum DPD RI Perwakilan Bali pada hari Selasa 19 April 2022,” urai Rentin.

Terhadap kondisi ini, Rentin menyatakan Pemerintah Daerah dan dalam hal ini Satgas tidak tinggal diam. Pihaknya terus melakukan komunikasi intens dengan BNPB, terutama Deputi Penanganan Darurat yang mengelola DSP, termasuk melayangkan surat resmi yang ditandatangani oleh Gubernur Bali selaku Ketua Satgas. “Terakhir surat kepada BNPB dikirim awal April 2022 mohon percepatan pembayaran tunggakan DSP untuk hotel Karantina. Dalam rangka transparansi dan menjamin keterbukaan informasi publik, Satgas selalu intens berkomunikasi dengan pihak hotel tempat karantina, memberikan update informasi yang ada termasuk hasil komunikasi dengan BNPB,” terangnya lagi.

Baca juga:  Idap Kanker, SBY akan Berobat ke LN

Rentin juga mengimbau untuk menyikapi kondisi ini, semua pihak tetap tenang dan tidak terprovokasi, sambil menunggu proses yang sedang berlangsung di pusat antara BNPB dengan Kementerian Keuangan. “Dalam menjalankan tugas, kami selalu patuh atau taat azas, apalagi di masa darurat seperti sekarang dimana Bapak Presiden RI menetapkan Pandemi COVID-19 ini sebagai bencana nasional non-alam. Kata kuncinya adalah dalam penanganan bencana jangan sampai menimbulkan bencana baru. Semoga tunggakan DSP ini segera terbayarkan, dan pandemi COVID-19 segera berakhir, menuju ke tatanan kehidupan Bali era baru, masyarakat produktif tetapi aman dari COVID-19,” pungkasnya. (kmb/balipost)

BAGIKAN