Tanaman cabai milik petani di Singakerta, Ubud. (BP/Istimewa)

GIANYAR, BALIPOST.com – Petani kini mengalami penurunan pendapatan signifikan karena hasil pertanian yang dulunya disuplai ke hotel dan restoran, kini justru hanya menumpuk di pasar. Nilai jualnya pun rendah.

Kondisi ini diungkapkan Ketut Purna, petani asal Desa Singakerta, Kecamatan Ubud beberapa waktu lalu. Ketut Purna mengatakan COVID-19 sudah berdampak signifikan terhadap petani di Kabupaten Gianyar.

Pihaknya pun berharap pemerintah bisa memberi solusi dari kondisi ini. Salah satunya, membeli hasil produksi petani untuk disumbangkan ke warga yang terdampak langsung wabah ini. “Tolong supaya hasil petani ini dibeli oleh pemerintah kemudian disumbangkan. Jangan pemerintah hanya menyumbang mie yang serba instan. Kalau bisa tolong bantu petani, misal cabai kan dibutuhkan oleh semua masyarakat, sekarang petani cabai ini bisa dibantu pemerintah untuk diambil langsung kemudian sumbangkan ke mereka yang membutuhkan,” tegasnya.

Baca juga:  Posko Desa Tangguh Dewata Tampaksiring Upaya Bangkit dari Pandemi

Diungkapkan, dulu hasil panen tidak sampai diam beberapa hari, sudah diambil oleh pengepul. “Dulu juga biasanya diambil suplayer untuk dibawa ke hotel, tapi karena kondisi begini, tidak ada lagi yang dikirim ke hotel,” katanya.

Sekarang karena permintaan berkurang, akhirnya hasil produksi petani, khususnya cabai akhirnya menuju pasar. Ironisnya karena kondisi ini merata, akhirnya semua produksi menumpuk di pasar. “Nah karena semua menumpuk di pasar, akhirnya sekarang harga menjadi anjlok,” katanya.

Baca juga:  Ringankan Beban Ekonomi, Prajuru Banjar Taman Bagikan Paket Sembako ke Krama

Harga normal cabai besar dijual oleh petani rata-rata Rp 35 ribu per kg. Sekarang, harganya anjlok sampai Rp 7 ribu per kg.

Sementara harga cabai kecil dulu bisa sampai Rp 50 ribu per kg, namun kini hanya belasan ribu rupiah per kg. “Bahkan cabai kecil harganya bisa Rp 100 ribu, tapi sekarang anjlok,” katanya.

Akibat anjloknya harga tersebut, kini pihaknya dibebani biaya operasional yang masih sama. “Biaya tenaga sama, tidak mungkin harga buruh kita kurangi,” ucapnya.

Baca juga:  Alih Fungsi Lahan Subur Ancam Ritual Petani Bali

Selain itu ia juga mengajak seluruh masyarakat yang terdampak langsung COVID-19, agar tidak malu turun ke sawah menjadi petani. “Mari sekarang jangan malu terjun untuk bertani, berkebun, ketimbang tidak bisa makan,” katanya. (Manik Astajaya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *