
JAKARTA, BALIPOST.com – Sebanyak enam sindikat pengedar narkoba berhasil diungkap Direktorat Tindak Pidana Narkoba (Dittipidnarkoba) Bareskrim Polri jelang gelaran Djakarta Warehouse Project (DWP) 2025 di Bali pada 12-14 Desember 2025.
Dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (22/12), Dirtipidnarkoba Brigjen Pol. Eko Hadi Santoso menyebut dari enam sindikat yang terjaring dalam pengungkapan kasus ini, total terdapat 17 tersangka yang terdiri dari 16 warga negara Indonesia (WNI) dan satu warga negara asing (WNA).
Selain itu, terdapat tujuh orang yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Menurut Eko, sindikat pertama terdiri dari dua orang tersangka berinisial G dan AA selaku kurir serta satu DPO berinisial RA alias Bos selaku pengendali kurir.
“Dari sindikat satu ini kami amankan barang bukti berupa sabu 31.008 gram atau kurang lebih 31 kilogram. Selain itu, ekstasi sejumlah 796 butir, happy water 135 gram, dan ketamine 1.066 gram,” katanya dikutip dari Kantor Berita Antara.
Berikutnya, sindikat kedua terdiri dari lima orang tersangka dan dua orang DPO. Lima tersangka tersebut adalah DF selaku pengedar kokaina dan MDMA, EA selaku penyedia MDMA, MS selaku komplotan sindikat, AJR selaku penyedia kokaina dan MDMA, serta MGB selaku pengedar MDMA, ekstasi, ganja, dan kokaina.
“Kemudian, TDS yang saat ini masih DPO berperan sebagai penyedia barang (kokaina). Selanjutnya, P juga masih DPO berperan sebagai penyedia barang (ekstasi dan ganja),” imbuhnya.
Dari sindikat kedua, penyidik menyita barang bukti berupa kokaina sebanyak 6,53 gram, MDMA sebanyak 8,29 gram, ekstasi sebanyak 12 butir, dan ganja sebanyak 6,48 gram.
Selanjutnya, sindikat ketiga terdiri dari satu orang tersangka berinisial AS selaku pengedar, dan dua orang DPO, yakni ECA selaku penyedia ekstasi serta AGF selaku supplier kokaina.
“Barang bukti yang diamankan berupa kokaina seberat 11,6 gram, kemudian ekstasi 45 butir,” kata Eko.
Lalu, sindikat keempat terdiri enam orang tersangka, yaitu NPO selaku pengedar, ANG selaku pengedar ekstasi dan kokaina, GP selaku pengedar MDMA, SAP selaku penyedia dan clandestine laboratorium (laboratorium rahasia) ketamine, SAW selaku pembantu distribusi kokaina dan MDMA, serta MA selaku penyedia MDMA dan kokaina.
“MA ini merupakan warga negara asing dari warga negara Peru,” ujarnya.
Dari sindikat empat, penyidik mengamankan kokaina seberat 14,99 gram, MDMA seberat 12,8 gram, ekstasi sebanyak 35,5 butir, ekstasi serbuk serbuk 5,02 gram, ganja sebanyak 30,44 gram, dan ketamine sejumlah 11,72 gram.
Untuk sindikat lima, sambung Eko, total terdapat dua orang tersangka berinisial KAK selaku penyedia ekstasi kapsul dan TP selaku pengedar. Selain itu, terdapat satu orang DPO berinisial JSA selaku penyedia barang.
“Dari sindikat lima ini kita amankan barang bukti berupa sabu seberat 1,53 gram, ekstasi sebanyak 3 butir, ekstasi bentuk kapsul sebanyak 3 gram, dan ekstasi bubuk seberat 15,26 gram,” katanya.
Sindikat terakhir terdiri dari satu tersangka berinisial RC selaku pengedar ekstasi dan happy five serta satu DPO berinisial IS selaku pengendali barang.
Eko mengatakan, berdasarkan pengakuan tersangka, IS merupakan narapidana Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kerobokan, Bali. Namun, hal tersebut masih didalami penyidik lantaran tidak ditemukan narapidana atas nama IS.
“Setelah kami pastikan ke pihak lapas dan berkoordinasi dengan pihak lapas, nama itu tidak ada sehingga kami masih mendalami itu. Mungkin nama panggung atau apa. Jadi, masih kami pastikan,” ucapnya.
Barang bukti yang diamankan dari sindikat enam ini adalah ekstasi sebanyak 65 butir dan happy five sebanyak 3,5 butir.
Eko menerangkan, para jaringan menggunakan tiga modus operandi, yaitu sistem tempel, sistem COD (Cash on Delivery), dan sistem transaksi melalui perbankan.
Adapun sistem tempel, ujar dia, adalah suatu sistem dimana para pelaku peredaran narkoba akan meletakkan barang bukti narkoba maupun uang sebagai pembayaran di suatu tempat. Lalu, didokumentasikan melalui foto dan video serta diberikan keterangan lokasi untuk diambil oleh penerima atau pembeli.
“Sistem ini bertujuan untuk menghindari pelacakan dari petugas kepolisian,” katanya.
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 114 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika subsider Pasal 112 ayat (2) jo. Pasal 132 ayat (2) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. (kmb/balipost)










