Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja saat ditemui dalam acara Gerakan Bersama 100 UMKM Lisensi Lokal di Pusat Grosir Cililitan (PGC), Jakarta, Rabu (23/2025). (BP/Ant)

JAKARTA, BALIPOST.com – Pemerintah diminta untuk mengevaluasi kebijakan terkait pemutaran musik di ruang publik dan disesuaikan mengikuti perkembangan zaman. Hal itu diminta Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI).

“Peraturan ataupun ketentuan harus selalu dievaluasi sehubungan dengan selalu terjadi perkembangan dalam berbagai faktor,” kata Ketua Umum APPBI Alphonzus Widjaja, dikutip dari kantor berita Antara, Senin (4/8).

Menanggapi aturan soal pembayaran royalti jika memutar musik di ruang publik, Alphonzus mengatakan terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan pemerintah pada saat melakukan evaluasi. Misalnya inovasi usaha dan inovasi teknologi.

Alasannya yakni sampai kini masih terus terjadi perdebatan perihal royalti bahkan di antara pencipta, musisi dan lainnya yang menunjukkan masih adanya kekurangan dalam peraturan ataupun ketentuan.

Baca juga:  Kedapatan Angkut Pemudik, Bus dan Travel Diminta Putar Balik

Hal lain yang ia sampaikan yakni aturan itu bukan hal baru dan sudah diamanatkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. “Pembayaran royalti atas pemutaran musik atau lagu di pusat perbelanjaan bukanlah hal baru,” kata dia.

APPBI pun, katanya, telah melaksanakan kewajiban tersebut. Asosiasi itu bahkan telah mendapatkan penghargaan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada tanggal 26 April 2019 sebagai pembayar royalti teraktif pada saat peringatan Hari Kekayaan Intelektual Sedunia ke-19 di Bali.

Baca juga:  Jika Terbentuk, Poros Ketiga Jadi Ancaman Koalisi Pendukung Jokowi

“Sampai dengan saat ini pusat perbelanjaan melakukan pembayaran royalti kepada Lembaga Manajemen Kolektif Nasional ( LMKN ) sebagaimana yang diatur dalam Keputusan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia,” tambahnya.

Sementara terkait dengan dampak aturan, Alphonzus menilai pemutaran lagu atau musik di pusat perbelanjaan dimaksudkan untuk lebih memberikan suasana dan kenyamanan bagi para pengunjung saja.

Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI Kemenkum Agung Damarsasongko mengatakan setiap pelaku usaha yang memutar musik di ruang publik, termasuk restoran, kafe toko, pusat kebugaran, dan hotel, wajib membayar royalti kepada pencipta dan pemilik hak terkait.

Aturan tersebut berlaku meskipun pelaku usaha telah berlangganan layanan seperti Spotify, YouTube Premium, Apple Music, atau layanan streaming lainnya. Pembayaran royalti juga termasuk pada pemutaran lagu-lagu barat.

Baca juga:  Soal Warga Kantongi Akta Kematian, Jaksa Sambangi Disdukcapil Badung

Hal tersebut dikarenakan langganan pribadi dari platform musik tersebut tidak termasuk dalam hak pemutaran musik untuk tujuan komersial di ruang publik.

Pemutaran musik di ruang usaha termasuk kategori penggunaan komersial, sehingga dibutuhkan lisensi tambahan melalui mekanisme yang sah.

Pembayaran royalti dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) sesuai amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Hak Cipta Lagu dan atau musik. (Kmb/Balipost)

 

 

BAGIKAN