Sejumlah pekerja yang terdampak PHK akibat adanya penertiban usaha ilegal di Pantai Bingin, Pecatu mendatangi Posko Siaga PHK di Kantor Desa Pecatu sejak Senin (28/7) lalu. (BP/Ant)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Pendataan karyawan yang terdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat penertiban usaha ilegal di Pantai Bingin, Pecatu, Kuta Selatan, belum mendapat respons positif dari para pengusaha. Sejak dibukanya posko Badung Siaga PHK pada Senin (28/7), baru delapan perusahaan yang merespons.

Padahal, menurut data Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Kabupaten Badung, terdapat 38 usaha yang ditertibkan karena melakukan pelanggaran.

Kepala Disperinaker, I Putu Eka Merthawan, saat dimintai keterangan pada Kamis (31/7), tidak menampik kondisi tersebut. Selama tiga hari pendataan, pihaknya telah mencatat 38 usaha yang dibongkar, namun baru delapan di antaranya yang memberikan respons.

“Sebanyak 30 usaha di Pantai Bingin belum memberikan respons secara proaktif, meskipun pesan yang kami kirim melalui messenger (WhatsApp) telah dibaca. Namun, kami tidak apriori karena memahami kondisi mereka yang mungkin masih panik,” ungkapnya.

Baca juga:  Pembongkaran Bangunan di Pantai Bingin, Niluh Djelantik Angkat Bicara Soal Nasib Karyawan Terdampak

Ia menjelaskan, dari delapan usaha yang merespons, tercatat terdapat 136 orang karyawan. Diperkirakan, jika seluruh 38 usaha didata, jumlah karyawan terdampak bisa mencapai 300 orang. Selain dari pendataan perusahaan, sebanyak 31 orang karyawan juga datang langsung ke Posko Badung Siaga PHK di Desa Pecatu.

“Karyawan yang datang langsung ke posko rata-rata mengadukan hak yang belum dibayarkan, seperti gaji bulan Juli dan pesangon sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Cipta Kerja,” jelasnya.

Mantan juru bicara Bupati Badung ini menegaskan bahwa para pengusaha terdampak tetap wajib memenuhi hak-hak karyawan meskipun usaha yang dijalankan bersifat ilegal. “Walaupun usahanya ilegal, jika sudah terbentuk hubungan industrial, maka pengusaha wajib membayar pesangon dan hak-hak lainnya, termasuk Jamsostek dan BPJS Kesehatan. Tidak bisa berdalih tidak memiliki izin,” tegasnya.

Baca juga:  Belasan Ribu Karyawan di Denpasar Dirumahkan, Ratusan Kena PHK

Ia juga mengakui bahwa tidak semua karyawan terdampak berasal dari masyarakat lokal. Sebagian besar justru berasal dari luar Bali. “Kalau pengelola memang sebagian besar berasal dari Pecatu, tetapi karyawannya kebanyakan dari luar Bali, seperti Nusa Tenggara Timur. Komposisinya, hanya sekitar 10 persen yang berasal dari Pecatu,” ungkapnya.

Guna mengoptimalkan pendataan dan memastikan pemenuhan kewajiban pengusaha, Eka menyebutkan pihaknya akan menambah personel untuk melakukan sistem jemput bola.

“Kami akan terus kejar para pengusaha. Ini baru hari ketiga, dan kami akan siaga selama sebulan penuh untuk pendataan,” ujarnya.

Meski demikian, Eka Merthawan mengapresiasi beberapa pengusaha yang memilih tidak melakukan PHK, melainkan memindahkan karyawan ke unit usaha lain yang masih beroperasi. “Ada karyawan yang diterima di cabang usaha lain. Itu yang kami harapkan. Kami tidak hanya mendata, tapi juga mencari solusi. Karyawan pun cukup aktif mencari pekerjaan baru,” katanya.

Baca juga:  Gunakan Alat Berat, Bangunan Ilegal di Pantai Bingin Ditarget Rampung 2 Minggu

Ia menambahkan, pihaknya mendapat dukungan dari aparat desa setempat, sehingga proses pendataan bisa berjalan optimal. Ia juga mengimbau, jika ada peluang kerja baru, agar dapat diinformasikan kepada Disperinaker.

“Kami akan melakukan pendataan selama satu bulan ke depan. Jadi, jika ada lowongan pekerjaan, mohon disampaikan. Kami akan menerapkan sistem jemput bola, dengan menurunkan tim yang terdiri dari satu orang di Kantor Desa dan dua orang lainnya untuk melakukan pendataan door to door,” pungkasnya. (Parwata/Balipost)

 

BAGIKAN