Terdakwa dituntut seumur Hidup. (BP/Asa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Majelis hakim PN Denpasar memberikan kesempatan pada empat terdakwa kasus pabrik narkoba, untuk melakukan pembelaan pascadituntut pidana penjara seumur hidup.

“Ya, kami akan melakukan pembelaan. Sesuai dengan waktu yang diberikan, dijadwalkan pada 31 Juli diajukan pledoi,” ucap salah satu kuasa hukum terdakwa, Mohammad Lukman Hakim, dikonfirmasi, Minggu (27/7).

“Kamis tanggal 31 Juli pembelaan,” ucapnya. Sebelumnya, empat terdakwa pabrik narkoba, pekan kemarin dituntut pidana penjara seumur hidup.

Mereka adalah Denny Akbar Hidayat (24) asal Bekasi, Nurhadi Septiadi (40) asal Jakarta Barat, Muhammad Rizki Fadilah (24) asal Jakarta Barat dan Rendy Raharja (24) juga asal Jakarta Barat.

Mereka sebelumnya ditangkap atas kasus pabrik narkoba di Jimbaran, Badung, yang kemudian digerebek oleh petugas Mabes Polri.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung RI, Fardhiyan Affandi dkk, menyatakan para terdakwa disebut bagian dari jaringan pabrik narkoba rumahan yang memproduksi dan mengemas sendiri berbagai jenis narkotika dalam jumlah yang banyak. Yakni, hampir 50 kilogram ganja dan hashis, 10 liter hashis cair, serta lebih dari 12 ribu butir tablet psikotropika.

JPU menyatakan para terdakwa bersalah melakukan tindak pidana narkotika sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pertama subsidiari Pasal 113 Ayat (2) Jo Pasal 132 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan kedua Primair Pasal 60 Ayat (1) huruf a, hurub dan huruf c UU RI Nomor 5 tahun 1997 Tentang Psikotropika Jo Pasal 55 Ayat 1 KUHP sebagaimana dalam surat dakwaan penuntut umum.

Baca juga:  Persiapan Capai 90 Persen, ITDC Siap Sambut Delegasi IMF-WB

Oleh karenanya, JPU dihadapan majelis hakim yang diketuai Eni Martiningrum dengan anggota Ni Kadek Kusuma Wardani dan I Wayan Suarta, kemudian menuntut supaya terdakwa dihukum seumur hidup.

Sebelumnya diuraikan dalam surat dakwaan JPU, bahwa perkara ini bermula pada awal November 2024. Awalnya Denny, Nurhadi, dan Rizki ditawarkan sebuah pekerjaan di sebuah kafe di Jakarta oleh seseorang bernama Faisal alias Ical yang kini berstatus buron (DPO).

Namun, sebelum mulai bekerja di café mereka diminta untuk menjalani pelatihan terlebih dahulu selama satu Minggu di Bali dengan iming-imingan uang makan Rp 1 juta per hari. Karena sepakat menerima, pada 6 November 2024, Denny, Nurhadi, dan Rizki berangkat ke Bali.

Saat pelatihan mereka diminta mengikuti perintah Dom (DPO). “Selama menunggu perintah lebih lanjut, mereka beberapa kali pindah penginapan atas perintah Dom hingga akhirnya menetap di Villa Villa Wigo 1, Jalan Raya Uluwatu Gang Cempaka Gading, Jimbaran, pada 10 November 2024,” terang JPU.

Di villa itu, mereka menerima beberapa paket besar dari jasa pengiriman FedEx. Paket-paket tersebut berisi bahan baku narkotika Golongan I. Dom lalu mengarahkan mereka untuk mengolah paket tersebut menjadi barang siap edar. Proses produksi dilakukan di bawah arahan Dom dan rekannya Koh Awe (DPO) melalui video call WhatsApp grup Balihai.

Baca juga:  Napi Narkoba Terjerat TPPU Dihukum 11 Tahun

Para terdakwa membuka paket berisi bubuk hijau yang belakangan diketahui sebagai ganja. Mereka kemudian memproses yakni menuangkannya ke dalam mesin pengaduk, menggiling, mengayak, dan menimbang serbuk ganja tersebut. Setelah itu, mereka mencetaknya menjadi kotak padat menggunakan mesin press, lalu membungkusnya dengan plastik bening, karbon hitam, dan aluminium foil warna emas.

Pada 14–15 November 2024, mereka kembali menerima paket-paket yang berisi minyak ganja dan cartridge pod. Dengan perintah Dom, Denny dan Rizki diminta menyuntikkan cairan minyak ganja ke dalam pod. Pada saat bersamaan, mereka juga menerima alat cetak dan serbuk warna merah muda yang kemudian dicetak menjadi tablet.

Pada 17 November 2024, mereka kedatangan Rendy Raharja yang ikut membantu mengemas hasil produksi. Ia membungkus kotak hasish menggunakan foil emas bertuliskan ‘Puff Munkey’ dan menyegel pod berisi cairan ganja. Dalam waktu kurang dari dua Minggu, villa tersebut telah diubah menjadi pabrik narkotika skala rumahan dengan sistem kerja terstruktur. Namun aksi mereka tidak bertahan lama karena dibongkar Mabes Polri.

Terbongkarnya parbrik narkotika rumahan itu bermula dari pengawasan terhadap kiriman paket yang mencurigakan. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bersama Subdit IV Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri mulai mencium kejanggalan sejak 24 Oktober 2024. Saat itu, ditemukan adanya pengiriman alat pencetak tablet serta serbuk berwarna kuning dari Tiongkok ke Bali melalui ekspedisi FedEx dan UPS. Alamat pengiriman semula ditujukan ke daerah Pemogan, Denpasar Selatan, namun setelah dilakukan pengecekan, lokasi tersebut tidak dapat ditemukan.

Baca juga:  Hapus Kesan Monoton PKB

Dengan berbagai metode, polisi membuntuti hingga akhirnya aksi jaringan ini terungkap yakni mengarah ke Vila Wigo Jimbaran. 11 November 2024, tim dari Bareskrim dan Bea Cukai mendatangi lokasi yang dituju bersama petugas dari FedEx dan UPS lalu 18 November 2024 pukul 16.00 Wita, tim gabungan melakukan penggerebekan.

Petugas menemukan 200 paket hasish padat dalam kemasan aluminium foil warna emas bertuliskan Puff Munkey, masing-masing seberat 50 gram dengan total 2,5 kg. Selain itu, ditemukan 625 cartridge pod berisi ganja cair, total berat mencapai hampir 10 liter. Cairan tambahan disimpan dalam mesin pengisi dan toples kaca, totalnya 8,5 liter. Polisi juga menyita 4,8 kg ganja kering serta 64 kg hashis padat lainnya dalam kontainer plastik dan box styrofoam.

Temuan terbesar lainnya adalah ribuan tablet psikotropika warna merah muda kecoklatan yang diduga jenis Bromazolam, sebanyak 12.010 butir. Selain itu terdapat 35 kg serbuk merah muda dan kuning yang diduga mengandung psikotropika jenis Bromazolam dan Medazepam. Polisi juga menyita puluhan unit mesin dan alat produksi seperti alat cetak tablet, alat pemanas, mesin giling, press hidrolik, alat fermentasi, hingga mesin penyeduh liquid vape. (Miasa/Balipost)

BAGIKAN