Prajuru Desa Adat Pemogan berada di hotel yang dijadikan lokasi karantina naker migran. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Di tengah banyaknya warga yang menolak wilayahnya dijadikan lokasi karantina naker migran, ternyata masih ada yang mau menerima. Salah satunya Desa Adat Pemogan.

Bendesa Adat Pemogan AA. Arya Ardana, Sabtu (18/4), mengatakan, dengan misi kemanusiaan, pihaknya bisa menerima PMI untuk dikarantina di hotel yang berada di wilayahnya. Meskipun diakui warganya mengalami trauma dengan adanya kasus positif COVID-19 di wilayahnya.

Kekhawatiran warganya juga dilandasi kematian dua warganya yang meninggal secara mendadak. Meskipun akhirnya diagnosa tim medis, satu warganya meninggal karena serangan jantung dan satu lagi meninggal karena DB.

Hanya satu warga yang positif COVID-19 dan sudah dinyatakan sembuh.

Ia mengakui sempat terjadi ketegangan antara warga dengan pengelola hotel. Namun pada akhirnya masyarakat menerima. Masyarakat hanya menyayangkan tidak adanya informasi ke aparat desa dari pihak hotel maupun Pemerintah Kota Denpasar.

Baca juga:  Ratusan Naker Migran Kembali Tiba di Bandara Ngurah Rai

Diakui, prajuru desa telah melakukan sosialisasi pada warganya terkait cara penularan dan pencegahan penularan COVID-19. Sosialisasi dilakukan melalui pemasangan baliho di sejumlah titik.

Kepala Lingkungan Gelogor Carik, Ketut Budiarta atau yang akrab disapa Jarot berharap agar protokol kesehatan di hotel tersebut dilakukan secara ketat. Ia juga berharap jumlah PMI yang dikarantina di hotel tersebut tidak bertambah.

“Hotel-hotel yang ada di Bali yang jumlahnya cukup banyak, diharapkan juga dapat bergotong royong, bersama-sama membantu melakukan karantina pada PMI yang datang,” ujarnya.

GM Hotel, I Nyoman Wirayasa, dikonfirmasi mengaku sudah melakukan SOP yang ketat dalam melakukan karantina pada PMI. “Saat kami menerima tamu yang biasa saja, kami sudah melakukan prosedur itu,” ungkapnya.

Baca juga:  Di Tengah Melonjaknya Kasus COVID-19, Kondisi Nakes Perlu Diperhatikan

Protokol kesehatan yang dilakukan diantaranya, menyediakan hand sanitizer di banyak titik, setiap minggu melakukan pembersihan filter AC dengan cairan disinfektan, setiap tamu yang check out dilakukan penyemprotan disinfektan. Karyawan juga wajib menggunakan masker, bahkan pihaknya membentuk Pandemic Manager yang menangani jika ada indikasi tamu yang terpapar COVID-19.

Ia juga menyediakan suatu ruangan yang disebut isolation room lengkap dengan APD. Dijelaskan juga ada tiga jenis simulasi hotel yang digunakan untuk menangani wabah COVID-19 ini.

Pertama, menerima tamu paramedis dengan kontigensi plan. Tamu ini adalah tamu paramedis yang bersentuhan langsung dengan pasien positif COVID-19. “Tentu kontigensi plannya lebih lengkap, bagaimana mereka memberikan makan, bagaimana dia mengambil cuciannya,” ujarnya.

Simulasi hotel yang kedua adalah hotel tersebut tetap buka dan menerima tamu umum. Perlakuannya berupa protokol kesehatan dasar yaitu cek suhu tubuh, cuci tangan dan menggunakan hand sanitizer.

Baca juga:  Dari Polwan Polresta Disanksi Teguran hingga Banyak Ditemukan Turis Berkunjung ke Pantai Tak Kenakan Masker

“Caranya karyawan melayani seperti biasa, itu kan sangat berbahaya karena tamu itu tanpa melalui tes kesehatan tanpa melalui rapid test, dan tamu itu datang dari daerah zona merah seperti Jakarta, Surabaya. Itu lebih berbahaya dibandingkan kita yang menerima tamu PMI yang sudah dilengkapi surat keterangan sehat,” ujarnya.

Ketiga, menerima tamu PMI yang sudah dinyatakan sehat di negara tempat mereka bekerja, sampai di Indonesia mereka di-rapid test kembali, baru kemudian dikarantina di hotel selama 14 hari. Karyawan yang bekerja melayani PMI juga bekerja dengan alat pelindung diri seperti masker, face shield, topi, dan sarung tangan. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *