Petani sedang berada di sawahnya. (BP/dok)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Meskipun sudah digulirkan beberapa tahun lalu, petani di Buleleng belum banyak yang menjadi peserta Asuransi Usaha Tanaman Padi (AUTP). Padahal program ini dapat meringankan beban petani ketika mengalami gagal panen saat kemarau pajang seperti sekarang. Saat ini, kelompok subak di lima kecamatan di Buleleng mengalami kekeringan yang luasnya mencapai 170,45 hektar.

Kepala Dinas Pertanian (Distan) Buleleng Made Sumiarta usai sidang di DPRD Buleleng, Rabu (14/8), mengatakan, AUTP digulirkan untuk membantu petani dalam menekan kerugian hasil usaha tani yang dikelolanya. Ini dibuktikan pembayaran premi bulanan sebagian besar disubsidi oleh pemerintah daerah, sehingga petani hanya membayar premi AUTP Rp 31.000 setiap satu hektar untuk satu kali musim tanam. Kalau usaha tani mengalami kerusakan 75 persen, petani diberikan dana pertanggungan Rp 6 juta. “Tidak dimanfaatan dengan optimal, padahal preminya sangat murah dan ketika terjadi kerusakan tanaman mendapat dana pertanggungan lumayan untuk dijadikan modal untuk penanaman musim berikutnya,” jelasnya.

Baca juga:  Perpustakaan Bangli Tak Bisa Tambah Koleksi Buku, Karena Kendala Ini

Menurut mantan Kepala Bagian (Kabag) Umum Sekkab Buleleng ini, ketika kemarau seperti sekarang ini, seharusnya petani bisa memanfaatkan AUTP. Pasalnya, subak di Kecamatan Sawan, Buleleng, Sukasada, Banjar, dan Kecamatan Busungbiu sekarang telah mengalami kekeringan.

Data di Distan menyebutkan, sawah yang dilanda kekeringan luasnya mencapai 170,45 hektar. Kerusakan tanaman bervariasi mulai dari ringan seluas 93,45 hektar, sedang 26,00 hektar, berat seluas 6,40 hektar, dan puso 44,60 hektar. Khusus untuk kerusakan ringan dan sedang, petani masih memungkinkan memelihara tanaman sampai memasuki masa panen. Sementara tanaman dengan kerusakan berat dan puso dipastikan petani mengalami gagal panen.

Baca juga:  Kasus COVID-19 Melonjak Lagi, Ini Jadwal Berlakunya PKM Banjar di Denpasar

Sumiarta menyatakan, kekeringan tidak dapat dihindari karena debit air turun. Selain itu, petani terkesan memaksa tetap menanam padi pada musim kering. Padahal, harusnya sekarang menanam palawija dan kacang-kacangan. Setelah masa penanaman, justru debit air menyusut, sehingga terjadi kekeringan di lima kecamatan.

Atas kondisi ini, petani dipastikan menelan kerugian. Hal ini bertambah parah karena petani tidak mengikuti program AUTP, sehingga kerugian tidak bisa ditangani dengan optimal. Untuk itu, pihaknya menyarankan petani agar mengikuti program AUTP yang digulirkan pemerintah. “Kalau saja mengikuti AUTP kemungkinan kerugian yang dialami sekarang bisa ditutupi dari pertanggungan pihak asuransi. Namun, karena sedikit yang ikut, jadi tidak semua petani yang mengalami kekeringan bisa dibantu dari program ini,” paparnya. (Mudiarta/balipost)

Baca juga:  Anda Termasuk "Shopaholic"? Kenali 7 Tanda Ini
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *