Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman memberi keterangan kepada awak media di sela Hari Krida Pertanian, di Jakarta, Senin (30/6/2025). (BP/Ant)

JAKARTA, BALIPOST.com – Dugaan kecurangan beras komersial hingga oplosan Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) bersubsidi bersama Satgas Pangan, Kejaksaan, dan Badan Pangan Nasional (Bapanas) berpotensi merugikan negara hingga mencapai Rp101,35 triliun per tahun.

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mencatat, potensi kerugian negara mencapai hingga Rp99,35 triliun dari kasus dugaan kecurangan beras komersial baik premium maupun medium.

Sementara itu, pada kasus dugaan oplosan beras SPHP bersubsidi menjadi beras premium potensi kerugian negara mencapai Rp2 triliun per tahun.

“Kami minta ditindak tegas karena kerugian Rp99,35 triliun untuk konsumen dalam satu tahun. Bayangkan kalau terjadi 10 tahun. Itu hampir Rp1.000 triliun. Nah, ini kita harus selesaikan,” kata Mentan dalam jumpa pers seusai kegiatan Hari Krida Pertanian, di Jakarta, dikutip dari kantor berita Antara, Senin (30/6).

Baca juga:  Tekan Harga Jual, Pasokan Beras ke Pasar Domestik Diperbanyak

Investigasi kasus kecurangan beras komersial dilakukan setelah adanya anomali soal perberasan, padahal produksi padi saat ini sedang tinggi secara nasional, bahkan tertinggi dalam 57 tahun terakhir dengan stok hingga saat ini mencapai 4,2 juta ton.

Berdasarkan hasil temuan pada beras premium dengan sampel 136, ditemukan 85,56 persen tidak sesuai ketentuan; 59,78 persen tidak sesuai harga eceran tertinggi (HET); serta 21,66 persen tidak seusai berat kemasan.

Lalu, temuan pada beras medium dengan sampel 76 merek ditemukan 88,24 persen tidak sesuai mutu beras; 95,12 persen tidak sesuai HET; serta 9,38 persen tidak seusai berat kemasan.

Pengambilan sampel dilakukan sejak tanggal 6-23 Juni 2025 telah terkumpul 268 sampel beras dari berbagai titik di 10 provinsi, yakni Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), pasar dan tempat penjual beras di Jabodetabek; lalu pasar dan tempat penjual beras di Sulawesi Selatan.

Baca juga:  Gubernur Bali Atur Pembentukan Satgas Gotong Royong Penanganan COVID-19 Berbasis Desa Adat

Selanjutnya, di pasar dan tempat penjual beras di Lampung, Aceh, Kalimantan Selatan, Sumatera Utara; Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta; hingga pasar dan tempat penjual beras di Jawa Barat.

Untuk memastikan akurasi dalam pengecekan beras di lapangan, Kementan menggunakan 13 laboratorium yang ada di 10 provinsi tersebut.

Atas kasus kecurangan beras komersial tersebut, Mentan mengatakan Satuan Tugas Pangan Polri mulai hari ini memanggil 212 produsen merek beras yang nakal itu.

“Ada 212 yang tidak sesuai regulasi yang ada, premium maupun medium. Kami sudah kirim ke Pak Kapolri, surat tertulis, dan ke Pak Jaksa Agung. Kami juga bicara via telepon, hari ini menurut Ketua Satgas (Pangan Polri) memulai pemanggilan (kepada 212 pemilik merek tersebut),” kata Mentan.

Baca juga:  Puluhan Ribu Warga Surabaya Dites Swab dan Rapid Test, Segini Jumlah Positif COVID-19

Sementara itu, mengenai praktik pengoplosan beras SPHP dilakukan dengan modus mengambil 80 persen beras bersubsidi itu dan mengoplosnya menjadi beras premium. Sedangkan sisanya 20 persen dijual sesuai ketentuan oleh kios-kios di pasaran.

Beras SPHP yang disubsidi Rp1.500 hingga Rp2.000 per kilogram justru sebagian besar tidak sampai ke konsumen yang berhak, karena dijual kembali sebagai beras premium untuk keuntungan pelaku.

Dari estimasi 1 juta ton beras dioplos, potensi kerugian negara mencapai Rp2 triliun per tahun. Kini Satgas Pangan telah turun ke lapangan untuk memperkuat pengawasan terhadap penyalahgunaan subsidi itu.

“Itu Satgas Pangan sudah turun. Itu SPHP menurut laporan dari bawah, pengakuan mereka. Ini tim yang bekerja secara tertutup, itu 80 persen (beras SPHP) dioplos (jadi premium),” kata Mentan pula. (Kmb/Balipost)

BAGIKAN