Ilustrasi. (BP/dok)

Sebagai kawasan di daerah bencana, tentu pemerintah sebagai ujung tombak mempersiapkan langkah- langkah jitu untuk menghadapinya. Juga ada tindakan alternatif lain sehingga semuanya bisa berjalan lancar dan terencana.

Sesuai pepatah, lebih baik mencegah daripada mengobati. Berkaca dari ungkapan bijak ini, tentu pemerintah bersama masyarakat bagaimana bisa memformulasikan kebijakan itu ke dalam tindakan kebersamaan yang sangat tanggap.

Sebagai kerangka yang lebih besar, tentu disosialisasikan dulu. Atau yang lebih penting dan memang perlu waktu lama bagaimana menumbuhkembangkan sebuah budaya tanggap bencana.

Dari hulunya dibina dan diedukasi. Mulai bagaimana pentingnya keberadaan lingkungan sebagai penopang kehidupan makhluk hidup. Bagaimana pentingnya  keberadaan air, hutan sebagai daerah tangkapan, bagaimana cara mengolah sampah organik, bagaimana bahanya sampah plastik, dan bagimana semua itu dipelajari sehingga menjadi sebuah keniscayaan.

Baca juga:  Pemerintah Ajukan Ratusan Daftar Inventarisasi Masalah

Sebuah gaya hidup positif dan sangat memengaruhi nasib serta masa depan. Ini tugas berat dan mesti dilakukan secara sungguh-sungguh. Bagaimana ini bisa dikerjakan? Tentu mesti ada pemikiran serta langkah sinergis. Tidak bisa parsial. Mesti total.

Bali sebagai sebuah pulau kecil, tidak lepas dari masalah lingkungan. Bahkan, masalahnya sangat banyak. Ketersediaan air bersih, pengolahan sampah, konversi lahan produktif, ketersediaan energi terbarukan yang belum tergarap karena memang mahal dan teknologinya belum terjangkau dan sebagainya.

Banyak daerah kering di wilayah timur serta utara. Bagaimana menghijaukan daerah ini. Ketika hujan, air melimpah dan terbuang percuma. Ketika kemarau tiba, sulitnya mencari air sangat terasa. Bagaimana rimbunnya pohon dahulu kini tidak ada lagi. Alih fungsi lahan untuk kepentingan ekonomi. Tidak bisa dihalangi kalau pemerintah tidak tegas.

Baca juga:  Dilantik, Perbekel di Denpasar Diminta Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat

Lama-lama akan habis. Sawah -sawah produktif akan terus berkurang. Keberadaan organisasi subak yang sangat legendaris dan diakui dunia akan menjadi kenangan. Manis untuk diingat tetapi pahit untuk dirasakan. Bagaimana kita bisa memaknai hal ini secara positif?

Mau tidak mau kita mesti bergandengan tangan. Para pemangku kepentingan serta masyarakat mesti bersatu. Tidak hanya di tataran pemikiran tetapi juga tindakan. Tidak boleh satu ke kiri, satunya ke kanan. Mesti sinergis.

Bali memang di daerah rawan bencana. Sama dengan daerah lainnya di Indonesia. Masalah air, kekeringan dan banjir. Masalah api, kebakaran hutan, dan juga gempa bumi. Jangan lupakan pula dampak pemanasan global yang secara umum mengubah perilaku alam.

Baca juga:  Pemerintah Luncurkan Holding BUMN Pangan

Musim seakan tidak menentu. Kadang hujan, dingin, dan panas menyengat. Mari kita lakoni dinamika alam ini dengan bijak. Caranya adalah bersahabat dan mengerti perilakunya. Menuju ini tentu tidak mudah.

Ada beberapa syarat yang mesti dipenuhi. Syarat utama adalah tentu saja kita mau bersahabat atau tidak? Mungkin ini kata kuncinya. Kita mesti melakukan yang lebih bijak dalam mengelola alam. Eksploitasi yang berlebihan cenderung mendatangkan dampak buruk lingkungan dan tentunya mengancam hidup kita.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *