Pertemuan terkait kejelasan nasib desa terdampak Tol Gilimanuk-Mengwi yang digagas oleh Forum Perbekel Terdampak Tol, di Wantilan Kantor Desa Antosari, Selemadeg Barat, Rabu (10/12). (BP/bit)

TABANAN, BALIPOST.com – Dorongan agar pemerintah provinsi maupun pusat segera memberi kepastian terkait progres proyek Tol Gilimanuk-Mengwi kembali menguat. Hal itu mengemuka dalam pertemuan yang digagas oleh Forum Perbekel Terdampak Tol, di Wantilan Kantor Desa Antosari, Selemadeg Barat, Rabu (10/12).

Pertemuan ini melibatkan tim pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek serta puluhan warga terdampak yang selama empat tahun hidup dalam ketidakpastian akibat status penetapan lokasi (penlok) yang terus diperpanjang tanpa kejelasan.

Penlok yang semestinya berakhir Maret 2025 telah diperpanjang hingga Maret 2026. Namun, belum ada kepastian apakah setelah batas itu proyek akan berjalan, diperbarui, atau justru diulang dari awal. Situasi inilah yang membuat keresahan masyarakat semakin dalam.

Baca juga:  Tarif Listrik akan Naik Mulai 1 Juli

Ketua Forum Perbekel Terdampak Tol, I Nyoman Arnawa menegaskan, pertemuan ini diharapkan bisa menjadi ruang terakhir untuk meminta kepastian agar bisa segera direspons pemerintah pusat. “Hampir empat tahun masyarakat dalam gejolak pikiran. Penlok sejak 2022 membatasi ruang gerak warga, lahan tidak bisa dijual atau dijaminkan, renovasi rumah tertahan, dan pengolahan lahan dilakukan dengan rasa was-was. Ketidakpastian ini melelahkan,” ujarnya.

Arnawa menyebut, 64 desa di Tabanan masuk dalam daftar terdampak. Di Kecamatan Selemadeg Barat terdapat lima desa yang bersinggungan langsung dengan trase tol yakni Selabih, Lalanglinggah, Bengkel Sari, Lumbung, dan Antosari.

Perbekel Antosari, I Nyoman Agus Suriawan menegaskan bahwa sejak awal desa menyambut pembangunan tol ini dengan antusias. “Sejak proses dimulai 2019, kami sangat mendukung. Bukan karena ingin kompensasi, tetapi melihat kondisi jalan nasional yang semakin tidak memungkinkan. Kemacetan panjang seperti yang terjadi belakangan ini di Bajera adalah bukti nyata kebutuhan jalan alternatif,” ujarnya.

Baca juga:  Parkir di Luar Pasar Tabanan, Sopir Ditemukan Tak Bernyawa dalam Angkot

Ia meminta pemerintah melibatkan desa secara intensif dalam setiap perkembangan proyek. “Khusus di Desa Antosari, situasi warga sangat resah. Banyak rumah terdampak yang kondisinya rusak, tetapi tidak berani direnovasi. Ketidakpastian ini membuat masyarakat bingung harus bersikap apa,” jelasnya.

Perwakilan PPK Tol Gilimanuk Mengwi, Ketut Kariasa mengakui kondisi ini. “Sampai hari ini belum ada kejelasan lanjutan. Besok saya akan bertemu pimpinan dari Jakarta dan akan menyampaikan seluruh aspirasi forum,” ujarnya.

Baca juga:  Pasien Positif COVID-19 Terbaru di Bali Dominan WNI

Ia menjelaskan bahwa pengadaan tanah saat ini berhenti sementara karena tidak ada anggaran. Informasi terbaru, saat ini sedang dilakukan review studi kelayakan di Direktorat Pembiayaan Infrastruktur yang mengarah pada kemungkinan pengulangan proses dari awal, termasuk amdal, tata ruang, hingga desain.

“Jika penlok diperbarui, prosesnya kembali dari nol, perencanaan ulang, sosialisasi ulang, hingga pengadaan tanah. Perkembangan konkret baru dapat dilihat setelah 7 Maret 2026. Bila proyek lanjut, harus ada pembaharuan penlok,” jelas Kariyasa.

Forum ditutup dengan komitmen PPK untuk menyampaikan seluruh keresahan, beban psikologis, dan situasi warga terdampak kepada pimpinan pusat. “Semua aspirasi ini akan kami teruskan dan hasilnya akan disampaikan kembali kepada forum,” pungkasnya. (Puspawati/balipost)

BAGIKAN