Kantor Dinas Kesehatan Tabanan. Dinas Kesehatan Tabanan mencatat, tahun ini terdapat puluhan temuan baru HIV di Tabanan. (BP/istimewa)

TABANAN, BALIPOST.com – Laju kasus HIV di Kabupaten Tabanan kembali menunjukkan peningkatan. Hingga akhir 2024 tercatat 1.514 ODHIV, dan sepanjang Januari hingga 1 Desember 2025 ditemukan tambahan 82 kasus baru.

Data Dinas Kesehatan Tabanan menunjukkan, penyebaran kasus terbesar berada di Kecamatan Tabanan dengan 258 kasus. Disusul Kediri sebanyak 211 kasus, Kerambitan 167, Penebel 152, Baturiti 100, Marga 88, Selemadeg Timur 64, Pupuan 53, Selemadeg Barat 41, dan Selemadeg sebanyak 37 kasus.

Data juga menunjukkan, sebanyak 243 pengidap HIV ber-KTP luar Kabupaten Tabanan tercatat menjalani terapi antiretroviral (ARV) di fasilitas kesehatan di Tabanan.

Sekretaris Dinas Kesehatan Tabanan, dr. Wayan Arya Putra Manuaba seizin Kepala Dinas Kesehatan Tabanan, menjelaskan bahwa banyaknya pasien luar daerah terjadi bukan tanpa alasan. Sebagian pasien mencari layanan dengan tingkat privasi lebih tinggi, sebagian lain memilih Tabanan karena jarak ke RSUD Tabanan lebih dekat dibanding RSUD kabupaten/kota asal. Ada pula yang merasa cocok dengan pendekatan konselor maupun dokter di Tabanan.

Baca juga:  Rehabilitasi Kantor UPTD Kesejahteraan Sosial Tabanan Digelontor DAK Rp2,5 Miliar

“Sistem rujukan memungkinkan pasien HIV berobat di fasilitas kesehatan manapun yang dapat mereka akses dan Tabanan menjadi salah satu tujuan mereka,” ujarnya.

Meski layanan terus diperkuat, berbagai persoalan masih membayangi penanganan HIV/AIDS di Tabanan. Stigma dan diskriminasi di masyarakat masih ditemukan, termasuk di lingkungan sekolah. Perangkat desa belum sepenuhnya mampu memberikan data populasi berisiko (POCI). Penggunaan dana desa untuk program HIV belum optimal, dan pembelian bahan medis habis pakai (BMHP) seperti reagen skrining sempat mengalami pengurangan.

Baca juga:  Temuan Puluhan Penyu Hijau Ilegal di Jembrana Undang Keprihatinan

Penelusuran POCI belum berjalan maksimal, sementara penemuan kelompok kunci seperti LSL, waria, dan penasun masih sulit dilakukan. “Aturan BPJS yang terbaru juga berdampak pada mekanisme pengambilan obat ODHIV dan perlu penyesuaian,” jelas dr. Arya.

Untuk menekan laju kasus dan meningkatkan temuan dini, Dinas Kesehatan Tabanan melakukan sejumlah langkah komprehensif. Sosialisasi ke masyarakat diperluas untuk menekan stigma dan diskriminasi. Layanan PDP (perawatan dukungan pengobatan) ditambah di sejumlah puskesmas agar ODHIV lebih mudah mendapatkan layanan. Pemerintah daerah juga memberikan bantuan sembako untuk ODHIV kurang mampu.

Baca juga:  Disebut Ada Kecenderungan Eksodus ke Bali, Ini yang Dilakukan Cegah COVID-19

Sementara, pendampingan pasien baru diperkuat melalui kolaborasi dengan LSM, seperti Yayasan Spirit Paramacita yang aktif memastikan kepatuhan pengobatan dan dukungan psikososial. Pada tingkat pencegahan, skrining dilakukan secara menyeluruh terhadap populasi kunci meliputi ibu hamil, pekerja seks, LSL, waria, pasien TBC, pengguna narkoba suntik, warga binaan pemasyarakatan, serta pasien IMS.

Sebagai perluasan akses, layanan skrining kini tersedia di 33 fasilitas kesehatan: 20 puskesmas, 10 rumah sakit, dan 3 klinik. “Dengan cakupan skrining yang luas, kami berharap kasus baru dapat ditemukan lebih cepat dan penularan bisa ditekan,” pungkasnya. (Puspawati/balipost)

 

 

 

BAGIKAN