
DENPASAR, BALIPOST.com – Hingga tahun 2025, jumlah penderita HIV/AIDS di Denpasar sebanyak 17.028 kasus. Rinciannya, HIV sebanyak 9.824 dan penderita AIDS sebanyak 7254 kasus. Tiap tahunnya, kasus HIV/AIDS bertambah 800-900 kasus.
Hal tersebut diungkapkan oleh Wakil Wali Kota Denpasar, I Kadek Agus Arya Wibawa saat ditemui dalam kegiatan pembagian mawar dan brosur serangkaian peringatan Hari HIV/AIDS 1 Desember, di depan kantor Wali Kota Denpasar, Senin (1/12).
Dia memaparkan, catatan kasus HIV/AIDS di Kota Denpasar bertambah 800-900 kasus setiap tahunnya. Untuk itu, pihaknya menekankan kolaborasi dan partisipasi masyarakat untuk melawan HIV AIDS.
Dilihat dari cara penularan HIV/AIDS risiko tertinggi adalah dari pola hidup heteroseksual yang mencapai 71 persen. Kemudian disusul homoseksual 21 persen dan penggunaan jarum suntik 4 persen, serta penularan dari ibu ke bayi 2 persen.
Sedangkan dilihat dari golongan umur pengidap HIIV/AIDS, terbanyak adalah usia produktif pada rentang 20-59 tahun. Rinciannya, usia 20-29 tahun memiliki persentase tertinggi yakni 38 persen, disusul usia 30-39 tahun sebanyak 33 persen, dan usia 40-49 tahun sebanyak 16 persen.
“Ini perlu dilakukan akselerasi dan intervensi agar kasus tidak berkembang. Dengan usia 20 sampai 29 tahun, berarti mereka sudah 5 atau 10 tahun sebelumnya sudah terkena kasus itu. Itu saat mereka masih anak-anak remaja,” paparnya.
Untuk itu, pihaknya akan melakukan inovasi dan mempolakan bagaimana menekan laju kasus. “Di Denpasar kami sudah lakukan langkah agresif dari akses layanan pengobatan, perawatan dukungan di seluruh puskesmas dan beberapa RS swasta,” katanya.
Untuk layanan HIV di Kota Denpasar menyediakan tes HIV di 33 unit layanan dan pengobatan CST HIV di 31 unit layanan. Ada juga layanan pemeriksaan IMS sebanyak 31 unit, pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak 4 unit, layanan alat suntik steril 3 unit layanan, serta metadon 1 unit layanan.
Arya Wibawa pun tak menampik bahwa saat ini masih ada stigma kepada ODHIV. “Stigma itu, baik dari diri sendiri juga dari masyarakat. Akhir-akhir ini masif melalui Diskes dan KPA gencarkan penghapusan stigma, baik itu baik stigma oleh diri sendiri dan penyadaran bahwa HIV/AIDS bukan membuat malu. Itu bisa diobati secara rutin untuk tekan kasus kematiannya,” paparnya.
Terkait stigma dari masyarakat, pihaknya juga meminta agar tim baik dari Diskes dan KPA untuk melaporkan jika ada masyarakat yang masih menstigma negatif penderita HIV/AIDS. “Kami juga berharap kepada masyarakat agar selalu hidup sehat dan menjaga perilaku,” paparnya. (Widiastuti/balipost)










