
TABANAN, BALIPOST.com – Permintaan telur ayam bahagia atau free range egg terus melonjak. Di tengah tren pariwisata hijau dan kebutuhan bahan pangan ramah lingkungan, produk unggulan asal Tabanan ini sebenarnya menjadi incaran hotel-hotel besar di kawasan Nusa Dua dan sekitarnya.
Sayangnya, produksi lokal belum mampu memenuhi permintaan pasar yang mencapai 15 ribu hingga 20 ribu butir per hari.
Direktur Bisnis I Perumda Sanjayaning Singasana, I Gede Pasek Sugiarta mengungkapkan, saat ini pihaknya baru bisa memasok sekitar 1.500 butir per hari. Sisanya, dari pihak perhotelan mendatangkan dari luar daerah, seperti Blitar, Jawa Timur.
“Permintaan dari hotel-hotel besar, termasuk jaringan Marriott, terus meningkat. Tapi produksi lokal belum bisa mengimbangi, karena jumlah peternak ayam free range di Tabanan masih sangat terbatas,” ujarnya, Kamis (13/11).
Saat ini, hanya ada tiga peternak ayam free range yang rutin memasok ke Perumda Sanjayaning Singasana. Dua diantaranya di Desa Perean, Kecamatan Baturiti, dan satu di wilayah Gianyar. Kondisi ini membuat rantai pasok masih sangat tipis, sehingga kerap terjadi kekurangan stok saat permintaan melonjak.
Lanjut dikatakan, sistem beternak free range (ayam lepas kandang) dikenal menghasilkan telur dengan kualitas lebih baik, cangkang keras, daya simpan lebih lama, dan rasa yang lebih gurih dibanding telur dari ayam baterai. Tak heran, harga jualnya lebih tinggi, yakni Rp2.300–Rp2.500 per butir di tingkat peternak, bahkan bisa menembus Rp3.000 per butir bila sudah bersertifikat dari lembaga independen di Yogyakarta.
Untuk memperkuat pasokan lokal, Perumda Sanjayaning Singasana berencana menggandeng Koperasi Merah Putih untuk menggencarkan program sosialisasi selain juga berencana melakukan pembinaan peternak muda di beberapa wilayah, salah satunya di Desa Gadungan. Misalnya dalam waktu dekat, koperasi akan menyalurkan bantuan 5.000 ekor ayam free range kepada calon peternak binaan.
“Kami ingin mengubah pola pikir peternak yang selama ini hanya fokus pada sistem baterai karena dianggap cepat untung. Melalui pendampingan dan jaminan pasar, kami dorong mereka beralih ke sistem free range yang lebih berkelanjutan,” jelas Pasek.
Selain menjawab kebutuhan hotel berbasis eco-friendly, pengembangan ayam free range juga menjadi bagian dari strategi besar Perumda Sanjayaning Singasana dalam memperkuat ketahanan pangan lokal dan mendorong kesejahteraan peternak muda.
Perumda menargetkan laba sekitar Rp3,5 miliar pada tahun ini, dengan fokus pada sektor pangan berkelanjutan. Pasek optimistis, bila rantai pasok lokal sudah kuat, Tabanan berpotensi menjadi sentra produksi telur ayam free range terbesar di Bali.
“Pasarnya sudah ada dan terus tumbuh. Tantangannya sekarang adalah memperbanyak peternak lokal agar kita tidak terus bergantung pada pasokan luar daerah,” pungkasnya. (Puspawati/balipost)










