
DENPASAR, BALIPOST.com – Kasus bunuh diri di wilayah hukum Polresta Denpasar masih tinggi di Bali. Dari Januari hingga Oktober 2025 tercatat 12 orang gantung diri, termasuk lima WNA. Kasus teranyar terjadi di kawasan Tahura Ngurah Rai, Kuta, Minggu (5/10). Korbannya berinisial SMN (21) asal Tulungagung, Jawa Timur. SMN ditemukan tergantung di pohon.
Perlu diketahui bunuh diri merupakan masalah yang kompleks karena tidak diakibatkan oleh penyebab tunggal namun merupakan faktor biologis, genetik, psikologik, budaya dan lingkungan. Kesehatan mental menjadi hal penting untuk menjadi perhatian, terutama kejadian bunuh diri.
Kasi Humas Polresta Denpasar Kompol Ketut Sukadi, Selasa (7/10) menjelaskan, kasus gantung diri yang dilaporkan ke Polresta Denpasar dan polsek jajaran sebanyak 12 orang. Untuk WNA yang gantung diri berinisial MI merupakan warga negara Ukraina, AB asal Rusia, SM asal Kanada, ALS asal Amerika, dan JMP.
Sementara WNI yang gantung diri di Bali, HH asal Jakarta Timur, PFRU dan AAS sama-sama asal NTT. Sedangkan warga Bali yang akhiri hidupnya dengan cara ulah pati yakni GAP, PHKW, dan JS.
“Kepada seluruh masyarakat wilayah hukum Polresta Denpasar dengan adanya peristiwa mengakhiri hidup dengan cara gantung diri diberbagai tempat kami mengimbau supaya meningkatkan keimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa agar dijauhi dari hal-hal buruk, termasuk akhiri hidup dengan ulah pati atau gantung diri,” tegas Kompol Sukadi.
Ia menyarankan jika warga melihat keluarga atau kerabatnya dengan gelagat aneh segera ajak berkomunikasi dengan baik. Tujuannya calon korban mengurungkan niatnya melakukan bunuh diri.
Sementara Kapolsek Kuta Kompol Agus Riwayanto Diputra menyampaikan mencegah kasus bunuh diri bisa dilakukan dengan meningkatkan kepedulian sosial terhadap lingkungan sekitar, terutama apabila terdapat individu yang menunjukkan tanda-tanda stres berat, depresi, atau perubahan perilaku yang mencolok.
“Segera laporkan kepada pihak kepolisian atau instansi terkait apabila menemukan seseorang yang diduga mengalami gangguan psikologis berat atau mengancam akan melakukan tindakan membahayakan diri sendiri,” tegasnya.
Di sisi lain, menurut mantan Kapolsek Denpasar Timur ini, pihak keluarga diharapkan lebih aktif melakukan komunikasi dan pendampingan terhadap anggota keluarga yang menghadapi tekanan hidup, masalah pekerjaan, atau persoalan pribadi. Polsek Kuta bekerja sama dengan pemerintah kecamatan, puskesmas, tokoh masyarakat dan tokoh agama akan meningkatkan kegiatan pendekatan sosial serta konseling rohani untuk mencegah terjadinya peristiwa serupa.
“Kepada masyarakat, kami imbau untuk tidak berspekulasi maupun menyebarkan informasi yang belum pasti. Mari bersama-sama kita jaga kepekaan sosial dan saling peduli terhadap sesama, agar tidak ada lagi warga yang merasa sendirian menghadapi masalahnya,” ucapnya.
Sementara Wakil Rektor 3 Universitas Ngurah Rai, Dr. Gede Wirata, S.Sos., S.H., M.AP. mengatakan, kasus bunuh diri yang masih tinggi di Bali, termasuk di kalangan warga negara asing, menunjukkan bahwa di balik citra Bali sebagai pulau yang damai dan spiritual, terdapat persoalan sosial dan psikologis yang serius.
“Dari sisi sosial, meningkatnya tekanan hidup, keterasingan sosial, kesepian, serta lemahnya dukungan komunitas menjadi faktor dominan yang memicu perilaku bunuh diri,” tegasnya.
Pada masyarakat lokal, Gede Wirata menjelaskan, perubahan nilai akibat modernisasi dan melemahnya ikatan sosial tradisional turut mengikis sistem dukungan yang sebelumnya kuat. Sementara bagi WNA yang tinggal di Bali, isolasi sosial, kesulitan adaptasi budaya, serta tekanan ekonomi dan emosional sering kali menjadi pemicu yang tudak terdeteksi.
Upaya pencegahan perlu dilakukan secara kolaboratif antara pemerintah, masyarakat, lembaga sosial, dan media. Pendekatan sosial yang efektif dapat dilakukan melalui peningkatan literasi kesehatan mental, penguatan jejaring dukungan komunitas (banjar, desa adat, kelompok sosial), serta penyediaan layanan konseling dan hotline krisis yang mudah diakses, termasuk bagi warga asing. Selain itu, penting juga menumbuhkan kembali nilai tat twam asi, rasa empati dan kepedulian terhadap sesama sebagai dasar membangun masyarakat yang lebih inklusif dan peduli terhadap kesehatan jiwa.(Ngurah Kertanegara/balipost)