
DENPASAR, BALIPOST.com – Indonesia dihebohkan dengan aksi Tia Emma Billinger alias Bonnie Blue yang melecehkan bendera Indonesia. Prilaku warga negara asing (WNA) asal Inggris itu, tak lepas dari penerapan hukum di Indonesia, persisnya oleh aparat di Bali.
Ia hanya dikenakan tipiring dalam kasus pelanggaran lalu lintas. Amat sangat jauh dari perkara pokok, yakni dugaan pembuatan film atau konten pornografi. Aparat di Indonesia, khususnya Bali pun menjadi perbincangan netizen manakala hukum disebut bisa ‘dimainkan’.
Deportasi sejatinya bukan tujuan terakhir, tapi efek jera bagi mereka yang terjerat pidana adalah solusi menuju jalan yang benar.
Di tahun 2025 ini, selain Bonnie Blue, banyak orang asing yang ditangkap. Ada di Bandara Internasional Ngurah Rai, atas perkara dugaan penyelundupan narkoba.
Selain itu, tahun 2025 ini ada sejumlah WNA ditangkap setelah melarikan diri ke luar negeri dalam kasus penembakan secara membabi buta hingga menimbulkan korban jiwa. Dan di pengujung tahun 2025 ini, juga terdapat 220 warga negara asing (WNA) yang diduga melakukan pelanggaran keimigrasian dijaring Ditjen Imigrasi dalam Operasi Wirawaspada.
Dalam Operasi Wirawaspada, tercatat total 2.298 kegiatan pengawasan dilakukan dan sebanyak 220 orang WNA diamankan atas dugaan pelanggaran keimigrasian. Khusus di Bali, berbicara orang asing, mereka tidak hanya menjadi korban, namun banyak yang menjadi pelaku hingga didudukan di kursi pesakitan untuk diadili.
Di samping terkait perkara narkoba, banyak juga WNA terlibat masalah lain seperti investasi dan juga terkait keperdataan. Yang lebih heboh adanya dugaan gengster yang beraksi di sebuah vila di Badung. Pelakunya kini sedang diadili di PN Denpasar, atas dugaan pembunuhan berencana dengan pola melakukan penembakan.
Nasib tiga terdakwa yakni Mevlut Coskun, Paea-i- Middlemore Tupou dan Darcy Francesco Jensen kini ada di tangan hakim. Perkara ini cukup menjadi perhatian publik karena korbannya satu negara dengan terdakwa.
Petugas Brimodba Bali lengkap dengan senjata selalu bersiaga guna pengawalan superketat setiap kali sidang di PN Denpasar. Selain kelompok tersebut, sejumlah WNA ditengarai kerap membuat ulah di Bali. Ratusan WNA sudah dideportasi dari Bali, baik melalui Kantor Imigrasi maupun Rudenim Denpasar.
Pabrik Narkoba
Selain penembakan, yang heboh di tahun 2025 ini adalah terungkapnya sejumlah pabrik narkoba di Bali. Tidak hanya dilakukan orang asing, namun kegiatan WNI yang terlibat pabrik narkoba diungkap Mabes Polri.
Dalam catatan Bali Post, khususnya di wilayah Badung, mereka yang terlibat pabrik narkoba rata-rata dihukum berat. Salah satu yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana, selain narkoba bisa merusak generasi bangsa, juga merusak citra Bali sebagai daerah tujuan wisata internasional.
Jika pemerintah, khususnya penegak hukum serius memerangi narkoba, mereka para produsen dan bandar atau prekursor mestinya tak ada ruang di Bali. Baik dari sisi market maupun lokasi pembuatan.
Persoalannya yang namanya barang terlarang pasti tersembunyi atau bersifat rahasia (clandestine). Semua pihak mesti sepakat bahwa narkoba adalah benda yang patut dijauhi, bukan dijadikan ajang ‘bisnis’ untuk kepentingan sekelompok tertentu.
Serperti kasus di tempat wisata Tibubeneg. Dalam kasus pabrik narkoba tahun ini tiga WNA sudah divonis berat. Mereka adalah Roman Nazarenko (42) asal Ukraina divonis seumur hidup. Ada juga nama Ivan Volovod (32) dan Mykyta Volovod (32) yang divonis pidana penjara masing-masing selama 20 tahun dan denda Rp2 miliar, subsider 10 bulan penjara di pengadilan tingkat pertama.
Selain pabrik narkoba di Sunny Villa, di Tibubeneng, Kuta Utara, Badung, ada juga melibatkan orang lokal.
Mereka adalah Denny Akbar Hidayat (24), Nurhadi Septiadi (40), Muhammad Rizki Fadilah (24) dan Rendy Raharja (24). Oleh jaksa mereka dituntut seumur hidup. Namun oleh majelis hakim PN Denpasar terdakwa yang beroperasi di salah satu vila di Ungasan itu dihukum masing-masing 20 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair tiga bulan.
Masyarakat sepakat APH harus memberikan efek jera dan tidak ada ampun untuk pekerja maupun inisiator pabrik narkoba untuk dihukum berat.
Namun demikian, dalam catatan Bali Post, tidak semua pelaku narkoba dihukum berat. Ada juga dihukun setahun walau ditangkap di Bandara Ngurah Rai dengan barang bukti lumayan banyak. Namun sebagian besar mereka yang ditangkap karena “menyelundupkan” narkoba via Bandara Ngurah Rai dihukum berat.
Selain itu, yang juga terjadi di tahun 2025 ini pasangan WNA dibekuk atas clandestine ganja di Ubung. Aparat menangkap pria berinisial NRA (31) asal Belanda dan perempuan WNA, KV (33) asal Rusia.
Mengapa Bali masih dianggap layak dijadikan pangsa pasar? Praktisi hukum I Gusti Putra Yudhi Sanjaya berpendapat, adanya peredaran narkoba di Bali tak lepas dari adanya demand (permintaan). Bali sebagai daerah tujuan wisata tidak dihuni oleh sekelompok orang. Namun merupakan penduduk heterogen dari berbagai suku dan bangsa.
Bali sebagai destinasi wisata internasional sehingga kerap dilirik kartel sebagai pangsa pasar peredaran narkoba. “Sebagai daerah tujuan wisata internasional, Bali cenderung memiliki permintaan narkoba yang tinggi dan menjadi target rentan bagi jaringan peredaran narkotika, baik domestik maupun internasional,” sebutnya.
Fenomena itu, didorong oleh beberapa faktor seperti tingginya kunjungan wisatawan, arus masuk wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, menciptakan pasar potensial dengan permintaan yang besar terhadap hiburan. “Selain itu faktor lingkungan dan gaya hidup juga berpengaruh. Bahkan ini sangat riskan,” sebutnya.
Terkait lingkungan, ucap pria asal Panglatan, Buleleng itu, pergaulan di daerah wisata yang terkadang identik dengan kehidupan malam dan keinginan untuk mencoba hal baru atau bersenang-senang dapat memicu permintaan narkoba. Lalu, lanjut Putra Yudhi, adanya akses. Sebagai pintu masuk internasional (melalui bandara dan pelabuhan), Bali beberapa kali menjadi jalur penyelundupan. Itu artinya akses untuk memperoleh barang terlarang bisa lebih mudah.
Namun demikian, aparat penegak hukum, khususnya Mabes Polri sudah bekerja keras. Sejumlah target sudah dibongkar. Kartel narkoba internasional terungkap dan pelakunya sudah divonis.
“Penanganan hukum dari aparat, baik pencegahan maupun penindakan sudah baik. Contohnya baru saja Bareskrim Polri gagalkan peredaran narkoba jelang DWP 2025, 17 tersangka diamankan,” ucapnya.
Ke depan, dia berharap tidak hanya polisi yang mesti menjaga Bali, namun semua elemen masyarakat, dan pemerintah mesti serius menjaga Bali.
Praktisi hukum lainya, Gde Manik Yogiartha, S.H., M.H., berpendapat hampir sama dengan praktisi hukum lainnya. WNA banyak melirik Bali, karena Bali sebagai destinasi wisata Internasional yang menarik banyaknya pengunjung, baik domestik maupun mancanegara. “Ini menjadi ‘seksi’ bagi para kartel, guna menciptakan kerentanan dalam kasus narkoba. Selain itu, juga karena pengaruh banyaknya tempat hiburan malam menjadi potensi lokasi untuk transaksi narkoba,” jelasnya.
Pria asal Gianyar itu menambahkan, mengapa Bali dilirik, karena Bali sebagai pusat pariwisata global yang memiliki populasi dinamis terdiri dari wisatawan dan ekspatriat. Sehingga menciptakan permintaan pasar narkoba yang cukup tinggi. Lanjut dia, menjamurnya akomodasi ilegal dan rendahnya tingkat hunian hotel resmi berdampak pada lemahnya pendataan bagi wisatawan domestik maupun mancanegara. Sehingga kejahatan narkotika lintas negara yang kerap beroperasi di hunian tidak resmi, gampang masuk. Bahkan disalahgunakan.
Dengan adanya hal tersebut menjadi kesempatan untuk persaingan antar komplotan kriminal atau geng atau mafia yang menjalankan kejahatan terorganisir di pulau Bali. “Tentu prilaku ini mengakibatkan citra negatif untuk pulau Bali sebagai daerah tujuan wisata dikarenakan komplotan kriminal geng atau mafia secara berani beraksi di Bali,” sentil owner Firma Hukum MY Legal Partnership itu.
Oleh karena itu, dia sepakat hukum harus ditegakkan tanpa adanya kompromi. Pengawasan imigrasi perlu diperluas, dan bersinergi dengan penegak hukum lainnya. Pelonggaran hukum dapat berdampak buruk bagi citra bangsa di mata internasional. (Miasa/balipost)










