Gubernur Bali, Wayan Koster saat memberikan sambutan pada peringatan HSN yang digelar BPS Provinsi Bali, di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Art Centre Denpasar, Jumat (26/9) siang. (BP/Win)

DENPASAR, BALIPOST.com – Gubernur Bali, Wayan Koster mengungkapkan bahwa dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Indonesia pada 2024 mencapai 13,9 juta orang. Dari jumlah itu, 6,3 juta diantaranya datang ke Bali atau sekitar 45 persen.

Wisman yang datang ke Bali tersebut membelanjakan uangnya lebih besar dibandingkan rata-rata nasional. Jika secara nasional rata-rata pengeluaran per kunjungan mencapai 1.391 dolar, maka di Bali mencapai 1.631 dolar. Belanja wisatawan itu meliputi kebutuhan hotel, makanan, hingga oleh-oleh.

Dengan hitungan tersebut, devisa yang dihasilkan dari pariwisata Bali sesungguhnya mencapai sekitar Rp160 triliun. Angka ini jauh lebih besar dari catatan resmi yang hanya menampilkan Rp107 triliun, sementara devisa nasional tercatat Rp 312 triliun. Artinya, kontribusi Bali terhadap devisa nasional mencapai sekitar 44 persen.

“Inilah yang saya pakai ke mana-mana bicara dengan Menteri. Bali punya kontribusi besar menyumbang devisa negara. Meskipun devisa itu tidak cash masuk ke rekening negara. Tapi itu adalah uang yang dibelanjakan di masyarakat, Yang kalau nginap di hotel yang punya hotel dapat duit. Kalau makan yang punya restoran dapat duit. Kalau naik travel, yang punya travel dapat duit. Tapi kan pertukaran uang asingnya, maka cadangan devisa Indonesia dalam bentuk mata uang asing itu Bali berkontribusi besar,” ujar Gubernur Koster saat memberikan sambutan peringatan Hari Statistik Nasional (HSN) yang digelar BPS Provinsi Bali, di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Art Centre Denpasar, Jumat (26/9) siang.

Baca juga:  Bangun Ekonomi Bali Secara Komprehensif

Koster mengungkapkan bahwa besarnya sumbangan pariwisata terhadap devisa terbukti mendorong pertumbuhan ekonomi Bali. Tahun 2024, ekonomi Bali tumbuh 5,48 persen, di atas rata-rata nasional, dengan tingkat pengangguran 1,79 persen dan kemiskinan 3,8 persen.

Koster juga menyinggung bagaimana Bali berhasil pulih lebih cepat dari pandemi Covid-19 berkat kebijakan yang tegas namun terukur. Setelah membuka pintu masuk wisatawan asing tanpa karantina pada Maret 2022, kunjungan wisata kembali meningkat dan ekonomi Bali berangsur pulih.

Pada 2025, pertumbuhan terus menguat. Pada triwulan pertama, ekonomi Bali tumbuh 5,59 persen, lalu meningkat menjadi 5,95 persen pada triwulan kedua. “Baru kali ini pertumbuhan ekonomi Bali hampir menyentuh enam persen,” tegas Koster.

Menurut Koster kondisi ini juga menurunkan angka pengangguran menjadi 1,5 persen dan kemiskinan ke 3,7 persen. Pendapatan per kapita masyarakat Bali tercatat mencapai Rp 67 juta per tahun. “Ekonomi Bali di atas Nasional. Kalahnya sama provinsi yang punya tambang, batu bara, emas, minyak, Itu saja yang ngalahin. Di luar itu, Bali keren. Enggak enaknya, ya itu macet, sampah, air, lalu wisatawan asing nakal. Ini yang harus kita tangani sekarang,” tandas Ketua DPD PDIP Bali ini.

Selain itu, hingga 13 September jumlah wisman yang datang ke Bali mencapai 4,9 juta orang. Angka ini diproyeksikan menembus 5 juta pada akhir September, dan lebih dari 7 juta hingga akhir Desember. Angka tersebut jauh melampaui rekor pra-pandemi 2019 yang hanya 6,27 juta.

Baca juga:  Bali Masih Diguyur Hujan Hingga 3 Hari Ke depan

“Ekonomi Bali pulih karena pariwisata pulih. Dan pariwisata menyumbang 66 persen ekonomi Bali. Makanya kalau mau membidik ekonomi Bali gampang saja, rusak pariwisatanya, rusaklah ekonomi Bali. Sebaliknya, kalau mau memajukan, perkuat pariwisatanya,” tukasnya.

Dengan posisi itu, Koster menegaskan data menjadi alat tawar penting untuk memperjuangkan pembangunan Bali. Mulai 2026, pemerintah pusat dan daerah akan menggelontorkan lebih dari Rp1,5 triliun untuk membangun jalan dan mengatasi kemacetan di Denpasar, Badung, Tabanan, Klungkung hingga Karangasem. “Tanpa data, kita tidak bisa minta lebih. Semua provinsi berebut. Tapi Bali punya posisi kuat karena didukung kontribusinya,” jelasnya.

Bali dipastikan akan mendapat alokasi anggaran dari Kementerian Pekerjaan Umum senilai Rp776 miliar untuk pembangunan infrastruktur baru. Selain itu, Pemerintah Pusat juga akan membantu pembiayaan pembangunan jalan Shortcut Singaraja pada titik 9 hingga 10 dengan anggaran Rp773 miliar.

“Jadi berapa totalnya? satu setengah triliun lebih dari satu Kementerian. APBN ini, karena APBD-nya kecil, Kalau ngandalin APBD, kelakuan datanya ya segitu saja. Setiap lima tahun ganti Gubernur, ya gitu aja bakalan gak bisa ngapa-ngapain,” ungkap Gubernur Bali dua periode itu.

Selain dukungan pusat, lanjut Koster bahwa Pemprov Bali juga menyiapkan skema pembiayaan dari APBD melalui kontribusi pajak hotel dan restoran (PHR). Tiga kabupaten/kota penyumbang utama, yakni Badung, Gianyar, dan Denpasar, akan diarahkan menyisihkan 10 persen PHR untuk proyek infrastruktur. Dari potensi Rp7 triliun PHR, diperkirakan terkumpul Rp700 miliar per tahun. “10 persen dari PHR-nya kita pakai untuk membangun infrastruktur yang saya pimpin langsung,” sebutnya.

Baca juga:  BPS Catat Inflasi 0,4 Persen, Ini Penyumbang Utamanya

Dengan kombinasi APBN dan APBD, Bali menargetkan seluruh titik kemacetan utama di kawasan Denpasar, Badung, Tabanan, Klungkung, hingga Karangasem bisa terurai dalam lima tahun.

“2026 mulai, 2027, 2028, 2029, sampai saya yang berakhir 20 Februari 2030 infrastruktur Bali semua titik kemacetan Denpasar Badung harus selesai. Saya selesai jadi Gubernur, sudah baik Bumi Bali. Jalannya udah gak lagi macet krodit, moda transportasinya akan dibangun, ekonomian tumbuh, masyarakatnya akan meningkat pendapatannya dan lebih berkualitas. Ini yang kita lakukan,” ujarnya optimis.

Gubernur Koster menekankan, periode keduanya diisi dengan kerja lebih cepat. Ia mengklaim bergerak satu setengah kali lebih cepat dibanding periode pertama. “Kalau biasanya periode kedua orang santai, saya justru kerja lebih keras. Tidurnya jam satu atau jam dua, tapi targetnya jelas, Bali harus lebih berkualitas dan berdaya saing,” katanya.

Menurutnya, semua capaian ini berawal dari data statistik yang akurat. Data pariwisata, devisa, hingga indikator ekonomi menjadi senjata utama dalam menyusun strategi dan melakukan lobi ke pusat. “Itulah pentingnya data. Dengan data kita punya posisi bergaining politik dan ekonomi. Data adalah senjata untuk memperjuangkan kepentingan Bali di tingkat nasional,” pungkasnya. (Winata/Balipost)

 

 

 

BAGIKAN