Foto Dok Seorang Guru Sedang Mengajar di Salah Satu SD. (BP/Yud)

 

SINGARAJA, BALIPOST.com – Kabupaten Buleleng tengah menghadapi krisis serius dalam sektor pendidikan akibat kekurangan tenaga pendidik berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN). Kekosongan ini mencapai angka lebih dari 1.000 guru, imbas dari pensiun massal, promosi jabatan sebagai kepala sekolah maupun pengawas, serta terbatasnya rekrutmen guru baru.

Kondisi ini berdampak langsung pada efektivitas pembelajaran. Di SD Negeri 1 Seririt, satu guru terpaksa menangani dua rombongan belajar (rombel) sekaligus, dengan jumlah siswa mencapai 50 anak dalam satu kelas. Ini jelas melampaui standar ideal jumlah siswa per kelas yang direkomendasikan, yakni maksimal 28 siswa untuk jenjang SD.

Baca juga:  Soal Tuntutan Forum Driver Pariwisata Bali, Ada 5 Poin Bisa Dipenuhi

Sekretaris Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Buleleng, Ida Bagus Gde Surya Bharata, menjelaskan bahwa berdasarkan data terakhir, kekurangan guru ASN mencapai 390 orang. Ditambah lagi Guru non-ASN (honorer dan kontrak) tersisa 582 orang. “Ditambah guru yang berpindah karena promosi menjadi kepala sekolah dan pengawas, total kebutuhan guru di Buleleng saat ini mendekati 1.000 formasi,” jelasnya.

Sayangnya, guru honorer yang ada belum bisa diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), karena masa kerja mereka masih di bawah dua tahun dan belum masuk ke dalam database resmi.

Baca juga:  Akhir Tahun Ini, 173 PNS di Denpasar Pensiun

“Kami menghadapi kebuntuan karena aturan pemerintah tidak lagi mengizinkan pengangkatan guru honorer baru. Penginputan data di Dapodik juga sudah ditutup sejak tahun 2024,” imbuhnya.

Sementara itu, Bupati Buleleng, I Nyoman Sutjidra , mengakui bahwa ketimpangan distribusi guru menjadi persoalan serius. Untuk itu, pihaknya bersama Disdikpora telah menyusun skema pemetaan dan mutasi guru secara bertahap, berbasis data dan kebutuhan sekolah.

“ASN harus siap ditempatkan di mana saja. Mutasi guru dilakukan bertahap dan berdasarkan kajian mendalam demi pemerataan,” tegas Sutjidra, Kamis (11/9).

Baca juga:  Parkir Motor di Trotoar Dikeluhkan Turis

Ia juga menekankan bahwa guru PPPK yang sudah diangkat tidak bisa mengajukan pindah tugas, kecuali atas dasar promosi jabatan seperti kepala sekolah atau pengawas, sesuai regulasi kepegawaian.

Sebagai solusi sementara, sekolah-sekolah di Buleleng mengandalkan tenaga honorer dan kontrak yang ada, meski beban kerja mereka sangat berat. Beberapa guru kelas bahkan harus mengajar hingga 40 jam pelajaran per minggu, dengan mencakup berbagai mata pelajaran lintas bidang. (Yudha/Balipost)

 

BAGIKAN