
DENPASAR, BALIPOST.com – Abrasi pantai di Bali setiap tahun terus bertambah. Hal ini menyebabkan luas daratan Bali kian semakin menyempit. Pada tahun 2018 luas daratan di Bali masih pada angka 5.636 km persegi. Namun, saat ini telah menyusut sekitar 40 km persegi karena faktor abrasi pantai. Di samping juga disebabkan faktor bencana alam di Bali.
“Menurun terus (luas daratan Bali,red). Ini sudah jadi topik pembicaraan. Kalau tidak dikelola ke depan Bali di kelilingi laut, laut semua. Maka menipis semua kena abrasi,” ungkap Gubernur Koster pada Pengarahan Gubernur Bali dalam rangka Pelaksanaan Perda 2 Tahun 2025 tentang Perubahan Perda 6 Tahun 2023 tentang Pungutan Bagi Wisatawan Asing untuk Pelindungan Kebudayaan Lingkungan Alam Bali, di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Provinsi Bali, Jumat (15/8).
Koster mengungkapkan abrasi terparah terjadi di Pantai Selatan Bali. Hal ini disebabkan karena gelombang di Pantai Selatan sangat kuat. Untuk itu, pihaknya telah melakukan koordinasi dengan Komisi V DPR RI agar mendukung pembuatan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) terkait Penanganan Pantai.
Di sisi lain, Koster mengatakan bahwa saat ini jumlah penduduk Bali hanya 4,5 juta. Jumlah ini hanya 1,6 persen dari total penduduk Indonesia yang jumlahnya 281 juta. Begitu juga tingkat pertumbuhan Bali hanya 0,66 persen, di bawah nasional 1,64 persen.
Jumlah penduduk dikawasan Denpasar, Badung dan Gianyar (Serbagia) sebanyak 1,8 juta jiwa atau 42 persen dari jumlah pendudukan Bali. Sementara di luar Sarbagia 2,5 juta atau 58 persen. Dengan luas wilayah Sarbagia 889 kilometer persegi atau 16 persen dan luar Sarbagia 4.701 kilometer persegi atau 84 persen.
“Kalau dilihat populasi penduduk orang Bali, populasi orang Bali namanya orang Bali cenderung turun yang nambah pendatang. Sudah kelihatan data Nyoman, Ketut punah. Ketut tinggal 5 persen, Nyoman tinggal 18 persen. Kalau tidak ditangani ke depan tidak sampai 50 tahun lagi Ketut habis,” ungkapnya.
Dikatakan, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sarbagia sejumlah Rp10,9 triliun atau 83 persen dan luar Sarbagia sejumlah Rp2,3 triliun atau 17 persen. Jumlah Hotel di wilayah Serbagia sebanyak 2.570 unit atau 66 persen dan 1.325 atau 34 persen diluar Serbagia. Sementara, restoran di Sarbagia berjumlah 3.044 atau 69 persen dan di luar Sarbagia 1.385 atau 31 persen. Sehingga pertumbuhan ekonomi Sarbagia sebesar 5,6 persen dan luar Sarbagia 4,69 persen.
Terkait abrasi pantai, Kepala Dinas PUPRKIM Bali, Nusakti Yasa Wedha mengungkapkan bahwa hampir sepertiga garis pantai yang ada di Bali mengalami abrasi. Pasalnya, dari 633,36 kilometer (Km) panjang garis oantai yang dimiliki Bali, 215,82 Km telah mengalami abrasi. Abrasi pantai terjadi diseluruh daerah kabupaten/kota di Bali yang memiliki garis pantai. Namun, hingga tahun 2024 abrasi pantai tersebut telah ditangai sepanjang 122,14 Km, siasanya 93,67 Km belum mendapatkan penanganan.
Dijelaskan, faktor penyebab abrasi pantai di Bali disebabkan perubahan iklim global, seperti terjadinya kenaikan permukaan air laut, peningkatan frekuensi dan intensitas badai, serta perubahan arus dan gelombang. Dikatakan, perubahan musim angin dapat memicu gelombang dan arus yang lebih kuat, sehingga menyebabkan abrasi di pesisir.
Nusakti mengatakan, beberapa langkah dilakukan Dinas PUPRKIM untuk mengatasi abrasi pantai di Bali. Diantaranya, menyusun database pantai untuk memantau kondisi pantai terabrasi, elakukan penyusunan readyness kriteria (DED, Dokumen Lingkungan, izin penanganan kalau ada muara sungai), mengusulkan penanganan pantai ke pusat untuk dapat ditangani dari APBN ataupun program BPCP, menangani pantai-pantai terabrasi melalui APBD provinsi dengan memprioritaskan penanganan pada pengamanan faslitas umum, seperti yang dilaksanakan tahun 2025 di Pantai Syahbandar Karangasem dan Pantai Cengceng Kembar di Kabupaten Jembrana, serta memantau pembangunan infrastruktur pengaman pantai dengan membuat regulasi ijin pembangunan. Di mana, pengaman pantai saat ini dalam usulan revisi Peraturan Gubernur (Pergub) Bali. (Winata/Balipost)