Nyoman Kenak. (BP/kmb)

DENPASAR, BALIPOST.com – Beredar di media sosial sebuah usaha perumahan milik seorang warga asal Kebumen, Jawa Tengah memproduksi permen sesajen dengan label “Mahardewa Agung, Permen Sajen Banten”. Di mana, bahan baku permen sesajen tersebut berupa permen tidak layak edar (reject) dari Jakarta.

Ironisnya, permen sesajen tersebut dikirim ke Bali dalam jumlah besar, sekitar 7 ton sekali kirim. Meski diklaim tidak untuk dikonsumsi, kenyataannya permen itu masuk dalam perangkat sesajen umat Hindu yang setelah dihaturkan kerap di-lungsur dan dimakan oleh keluarga atau masyarakat.

Terkait hal ini, Ketua PHDI Provinsi Bali I Nyoman Kenak, menegaskan apabila benar permen tersebut digunakan sebagai sarana sesajen dan dibuat dari bahan sisa atau tidak suci, maka hal itu melanggar kaidah tatacara persembahyangan dalam ajaran Hindu.

Baca juga:  Seleksi Masuk PTN Diubah, Menteri Nadiem Ungkap Transformasinya

“Kalau benar seperti video yang beredar, bahwa permen itu dijual untuk umat Hindu di Bali dan digunakan dalam sesajen, tapi bahannya dari permen reject atau bekas, jelas tidak memenuhi syarat. Itu tidak hanya tidak layak sebagai persembahan, tapi juga bisa membahayakan, apalagi kalau permen itu dikonsumsi setelah di-lungsur oleh umat,” ujar Kenak Jumat(25/7).

la menjelaskan bahwa dalam setiap persembahan, umat Hindu diwajibkan menggunakan bahan yang “sukla”, yakni bersih, suci, belum pernah dipakai, dan bukan dari sisa.
Penggunaan bahan yang tidak “sukla” bisa merusak esensi spiritual dan berpotensi berdampak pada kesehatan masyarakat.

Baca juga:  Libur Lebaran, Sejumlah Objek Wisata Favorit Diserbu Wisatawan

“Kalau permen ‘Mahardewa Agung’ dibuat dari bahan reject, lalu dipasarkan luas ke Bali, ini sangat meresahkan. Kita khawatir setelah di-lungsur, permen itu dimakan. Kalau ada kandungan bahan berbahaya yang tidak diaudit BPOM, itu bisa berakibat serius terhadap kesehatan,” tandasnya.

Pihaknya mengimbau masyarakat Hindu agar lebih selektif memilih bahan sesajen, serta menghindari penggunaan permen yang tidak jelas sumber dan kebersihannya. Bagi umat yang menemukan permen “Mahardewa Agung”, PHDI membuka ruang untuk menerima sampel guna kemudian diuji bersama keamanannya di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Bali.

Baca juga:  Libur Tahun Baru, Peningkatan Arus Lalin Terjadi di Sanur

“Ini bukan semata-mata soal agama, tapi juga menyangkut keselamatan umat. Kami harap pihak yang berwenang segera turun tangan menyelidiki peredaran permen tersebut,” tegas Kenak.

PHDI Bali mendesak pemerintah dan instansi pengawasan pangan untuk bertindak cepat, agar kasus ini tidak menjadi celah peredaran bahan berbahaya yang berlindung di balik kebutuhan religius masyarakat Bali. (Ketut Winata/balipost)

BAGIKAN