Ilustrasi. (BP/Dokumen Antara)

 

DENPASAR, BALIPOST.com – Di tengah perayaan Hari Anak Nasional yang dilaksanakan tiap 23 Juli, kasus kekerasan pada anak masih terjadi di Bali. Sepanjang 2025 (Januari-Juni), Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Provinsi Bali telah menerima sebanyak 230-an aduan kasus kekerasan kepada anak.

Kepala UPTD PPA Dinsos P3A Provinsi Bali, Luh Hety Vironika, Rabu (23/7), mengakui bahwa kekerasan pada anak terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Bahkan, hingga pertengahan tahun 2025 ini sudah ada 230-an aduan kekerasan pada anak yang diterima Dinsos P3A Bali.

Berdasarkan data laporan tersebut, ada berbagai macam bentuk kekerasan terhadap anak. Mulai dari fisik, psikis, seksual, eksploitasi, trafficking hingga penelantaran. Namun, Dinsos P3A Bali tidak dapat memerinci jumlah per kasusnya. “Paling banyak kekerasan psikis, seperti kata-kata kasar, ancaman, dan lain-lain yang menimbulkan trauma,” ungkapnya.

Baca juga:  Naik Lagi, Tambahan Kasus COVID-19 Nasional Capai Empat Ratusan Orang

Laporan terkait kekerasan psikis banyak terjadi di lingkungan rumah dan sekolah. Dan Kota Denpasar merupakan daerah yang paling banyak laporan kekerasan pada anak yang menunjukkan tingkat kesadaran masyarakat untuk melapornya cukup tinggi.

“Pelaporan paling banyak dari UPTD PPA Kota Denpasar. Ini menunjukkan kesadaran masyarakat untuk berani melapor sudah meningkat,” ujarnya.

Dikatakan, Dinsos P3A Bali selama ini terus berupaya meningkatkan awareness atau kesadaran masyarakat terkait pentingnya perlindungan kekerasan terhadap anak. Upaya itu dilakukan melalui sosialisasi di sekolah, pedesaan hingga media sosial.

Baca juga:  Masih Berstatus Awas, Pengungsi Khawatirkan Pulang

“Upaya yang kami lakukan untuk meningkatkan awerness masyarakat terhadap anti kekerasan adalah terus melakukan kampanye terkait dengan anti kekerasan, baik di media sosial, kemudian memperkenalkan bahwa kami di Provinsi Bali maupun kabupaten/kota sudah memiliki UPTD PPA sebagai tempat pengaduan untuk anak-anak. Di samping juga terus mengupdate materi kampanye yang uptodate bentuk-bentuk kekerasan dan jenis-jenis kasusnya sangat beragam, apalagi ditambah dengan beberapa kondisi seperti dunia digital dan lain sebagainya,” ungkapnya.

Dikatakan, fenomena kekerasan terhadap anak seperti fenomena gunung es. Di mana, masyarakat sedikit yang melapor, tetapi kejadiannya begitu banyak. Alasannya karena korban atau keluarga merasa malu dan takut dianggap aib keluarga dan sebagainya.

Baca juga:  Berlaku Mulai Hari Ini, PPLN Sudah "Booster" Bisa Karantina 3 Hari

“Kendala kami adalah fenomena kekerasan ini bagaikan fenomena gunung es, sedikit yang mau melapor. Padahal kejadiannya banyak. Kendalanya ya karena takut, karena malu merasa itu adalah aib keluarga dan lain sebagainya,” ujarnya.

Oleh karena itu, pihaknya menyarankan masyarakat agar segera melaporkan kasus kekerasan pada anak ke dinas maupun stakeholder terkait. Sebab, selama ini masyarakat tidak banyak yang melaporkan, tetapi malah bersuara di sosial media. (Ketut Winata/balipost)

BAGIKAN