
DENPASAR, BALIPOST.com – Mantan Kepala Desa Tusan, Klungkung, I Dewa Gede Putra Bali, yang diadili kasus dugaan korupsi penyimpangan dalam pengelolaan Dana APBDes Desa Tusan tahun anggaran 2020 sampai dengan 2021, mengajukan keberatan atas dakwaan JPU dari Kejari Klungkung.
Namun oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar, Senin (21/7), dalam putusan selanya menolak eksepsi terdakwa untuk keseluruhan karena keberkatan terdakwa dinilai sudah masuk pokok perkara sehingga hal tersebut perlu dibuktikan di persidangan. Begitu juga dakwaan JPU sudah memenuhi syarat formil, lengkap dan jelas, sehingga keberatan pihak terdakwa melalui kuasa hukumnya ditolak.
Hakim Pengadilan Tipikor Denpasar pun meminta supaya JPU membuktikan dakwaanya dengan menghadirkan saksi-saksi.
“Ya, sidang putusan sela sudah dibacakan. Eksepsi terdakwa melalui kuasa hukumnya ditolak, karena sudah masuk pokok perkara,” ucap JPU I Putu Iskadi Kekeran.
Sidang pun akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pembuktian dari JPU.
Sebelumnya, dalam surat dakwaan disebut bahwa I Dewa Gede Putra Bali selaku Kepala Desa Tusan Kecamatan Banjarangkan, Klungkung, diduga dalam kapasitasnya sebagai perbekel melakukan penyimpangan dalam pengelolaan Dana APBDes Desa Tusan tahun anggaran 2020 sampai dengan 2021.
Terdakwa bersama terpidana I Gede Krisna Saputra (mantan Kaur Keuangan Desa Tusan) membuat slip penarikan yang melebihi dari total nilai SPP (Surat permintaan pembayaran) yang seharusnya dalam mekanisme pencairan dilakukan secara bertahap sesuai dengan kegiatan.
Di mana, kata JPU, sebanyak 16 kali penarikan dilakukan dengan cara terdakwa I Dewa Gede Putra Bali memberikan surat kuasa kepada I Gede Krisna Saputra selaku Kaur Keuangan/ Bendahara Desa Tusan yang telah ditandatangani oleh terdakwa untuk dicairkan ke Bank BPD Bali Cabang Klungkung.
Dan, kata JPU, dicairkan pula dana sebanyak lima kali dengan cara datang ke kantor Bank BPD Bali Cabang Klungkung di mana terdakwa Dewa Gede Putra Bali dan Dewa Krisna bersama-sama menandatangani slip penarikan dana tersebut di kantor Bank BPD Bali Cabang Klungkung.
Masih dari dakwaan JPU, disebutkan penarikan 21 slip penarikan yang melebihi dari total nilai SPP dengan jumlah penarikan sebesar Rp. 453.768.400.
Atas penarikan itu, Dewa Krisna untuk terlihat seolah-oleh terdapat kegiatan yang telah dilaksanakan di antaranya pemungutan pajak tahun 2020 sampai dengan tahun 2021 dan hasil pungutan pajak tersebut yang tidak disetor dan/atau kurang disetor ke kas negara, membuat SPP fiktif dan kurang potong pembayaran BPJS Kesehatan 1% Kepala Desa (Perbekel) dan perangkat desa dari April 2021 sampai November 2021.
Rinciannya, pajak tahun 2020 yang sudah dipungut namun belum atau kurang disetor ke kas negara sejumlah Rp.233.836,91, PPh Pasal 22 Tahun 2020 yang belum atau kurang dipungut serta belum disetor ke kas negara sejumlah Rp.603.332,73, PPh Pasal 23 Tahun 2020 yang belum atau kurang dipotong serta belum disetor ke kas negara sejumlah Rp.90.000.
PPN tahun 2021 yang sudah dipungut, namun belum atau kurang disetor ke kas negara Rp.23.132.804, PPh Pasal 21 tahun 2021 yang sudah dipungut, namun belum atau kurang disetor ke kas negara sejumlah Rp.54.000,00, PPh Pasal 22 tahun 2021 yang sudah dipungut, namun belum atau kurang disetor ke kas negara sejumlah Rp.6.475.553,00,
PPh Pasal 22 yang belum atau kurang dipungut serta belum disetor ke kas negara sejumlah Rp35.181,64.
PPh Pasal 23 yang belum atau kurang dipotong serta belum disetor ke kas negara sejumlah Rp.21.600.
Dari apa yang dilakukan terdakwa bersama terpidana Dewa Krisna, mantan Perbekel Dewa Putra Bali disebut mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp.402.071.011,28 berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara dari Inspektorat Daerah Kabupaten Klungkung.
Dari jumlah itu, terdakwa menikmati Rp. 373.768.400, dan Dewa Krisna sebesar Rp.112.302.610. (BP/Miasa)