
DENPASAR, BALIPOST.com – Umat Hindu di Bali baru saja melaksanakan peringatan Hari Suci Galungan dan Kuningan yang jatuh pada 23 April dan 3 Mei 2025.
Di balik peringatan hari suci ini, ada desa yang tidak merayakannya. Desa Tenganan Pegringsingan di Karangasem merupakan salah satu desa Bali Aga yang tidak merayakan Hari Suci Galungan dan Kuningan.
Berikut lima alasan di balik aturan ini, dikutip dari berbagai sumber:
1. Menjaga Tradisi Leluhur
Masyarakat Tenganan tidak merayakan Galungan dan Kuningan karena keduanya adalah hari raya yang diperkenalkan oleh pengaruh Majapahit, yang datang jauh setelah adat Bali Aga terbentuk. Desa ini memilih untuk menjaga kemurnian tradisi leluhur yang telah ada sebelum itu.
2. Punya Upacara Adat Sendiri
Sebagai gantinya, mereka memiliki ritual adat seperti Usaba Sambah dan Nyepi Adat, yang berlangsung selama beberapa hari hingga berminggu-minggu, lengkap dengan aturan ketat dan makna spiritual tinggi.
3. Punya Sistem Penanggalan dan Kepercayaan Sendiri
Desa Tenganan memiliki sistem kalender lokal yang berbeda dari penanggalan Hindu Bali. Oleh karena itu, hari-hari suci mereka tidak selaras dengan Galungan dan Kuningan, melainkan mengikuti siklus adat lokal.
4. Pengaruh Bali Aga yang Kuat
Desa Tenganan mewakili kelompok masyarakat yang mempertahankan identitas pra-Majapahit. Pengaruh luar (termasuk Galungan dan Kuningan) dianggap tidak sesuai dengan adat mereka.
5. Tetap Menghormati Perayaan Galungan dan Kuningan
Meski tidak ikut serta, masyarakat Tenganan tetap menunjukkan penghormatan terhadap perayaan Galungan dan Kuningan. Mereka membatasi aktivitas di luar desa saat perayaan berlangsung sebagai bentuk toleransi dan empati budaya.
Desa Tenganan menjadi contoh nyata bagaimana pelestarian tradisi lokal dapat berjalan harmonis di tengah budaya mayoritas. Mereka tidak menolak kepercayaan lain, melainkan mempertegas identitas mereka dengan tetap menjunjung nilai toleransi dan keberagaman. (Pande Paron/balipost)