Ir. Dharma Gusti Putra Agung Kresna. (BP/Istimewa)

Oleh Agung Kresna

Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2020 menunjukkan 56,7 persen penduduk Indonesia tinggal di perkotaan. Pada tahun 2010 proporsinya adalah 49,8 persen.

Sementara proyeksi BPS tahun 2025 ada sebanyak 60 persen penduduk Indonesia tinggal di perkotaan. Sementara pada 2030 menjadi 63,4 persen. Prediksi tahun 2035 meningkat menjadi 66,6 persen.

Menyempitnya ruang yang tersisa di perkotaan karena masifnya pembangunan disertai meningkatnya jumlah penduduk kota, menyebabkan munculnya permukiman kumuh. Data BPS tahun 2023 mencatat hanya 65,47 persen rumah tangga perkotaan yang memiliki hunian layak.

Permasalahan ini menjadi semakin bertambah berat ketika harga lahan terus meningkat. Fakta lain menunjukkan bahwa meski kota menjadi pusat perekonomian, namun tetap tidak membuat warga kota terjamin kesejahteraannya.

Data BPS pada Maret 2023 mencatat penduduk miskin di perkotaan = 7,29 persen atau setara dengan 11,74 juta orang. Sedang September 2019 penduduk miskin di perkotaan tercatat 6,56 persen atau sekitar 9,86 juta orang. Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kota Denpasar mencanangkan target tahun 2024 Kota Denpasar tidak lagi memiliki permukiman kumuh.

Baca juga:  Menghadapi Seleksi CPNS 2019

Sisa kawasan kumuh saat ini tercatat 24,8 hektar di dua titik Jalan Karya Makmur Desa Ubung Kaja Denpasar Utara (17,6 hektar) dan di Desa Pemecutan Kaja Denpasar Utara (7,24 hektar). Kawasan Kumuh Denpasar Th. 2020 tercatat 50,52 hektar (SK Walikota No. 932 Th. 2020). Pada 2021 berkurang 3,78 hektar, tahun 2022 berkurang 20,78 hektar.

Perda Denpasar No. 1 Th. 2019 menyebutkan 7 kriteria kawasan kumuh : kelayakan bangunan, jalan lingkungan, PDAM, drainase lingkungan, pengelolaan air limbah, sampah, dan proteksi kebakaran.

Tata Kelola Kota

Masalah utama perkotaan adalah penumpukan penduduk (yang akan menimbulkan permukiman kumuh), infrastruktur yang kurang memadai, transpor-
tasi umum yang kurang aman dan nyaman, serta tidak terjangkau. Tantangannya adalah bahwa wilayah kota berada di bawah tanggung jawab kementerian yang berbeda-beda.

Baca juga:  Kawal Balita Bebas Stunting, Pj Ketua TP PKK Bali Sambangi Kabupaten Jembrana

Penataan dan penanganan problem perkotaan juga bergantung pada kemampuan finansial serta Sumber
Daya Manusia daerah masing-masing. Sehingga diperlukan koordinasi dan penyatuan langkah antar lembaga yang ada pada suatu wilayah perkotaan agar sumber daya yang ada dapat diberdayakan secara optimal.

Di sisi lain masih banyak orang miskin yang “tersembunyi” akibat formula penghitungan angka kemiskinan yang selama ini berlaku. Meski tidak lagi
dianggap miskin, namun mereka ini masih hidup rentan jika terjadi perubahan sosial ekonomi secara mendadak, sebagaimana tergambar dalam episode serial televisi The West Wing besutan Aaron Sorkin.

Mereka adalah kelompok rentan yang di atas kertas sudah tidak lagi dikategorikan miskin, karena sudah naik di atas garis kemiskinan. Namun standar penghitungan garis kemiskinannya sudah usang dan tidak lagi relevan dengan kondisi sosial ekonomi terkini.

Bank Dunia memasukkan dalam kategori sedang menuju kelas menengah (aspiring middle class). Data BPS per Maret 2023 menunjukkan angka kemiskinan nasional adalah 9,36 persen atau setara dengan 25,9 juta orang.

Baca juga:  Delapan Kota di China Lakukan Pemangkasan Masa Karantina

Namun banyak pihak menilai angka tersebut belum menggambarkan kondisi riil. Masih banyak orang miskin “tersembunyi” yang rentan mendadak masuk kategori miskin, jika mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).

Kota berpotensi bertambah pesat dengan permukiman sporadis dan tak tertata sebagaimana yang sudah terjadi saat ini. Kondisi kota akan mengalami problem
permukiman, transportasi, kemiskinan dan pengangguran, serta kesehatan lingkungan.

Problem perkotaan ini akan dapat menimbulkan permasalahan sosial di masyarakat perkotaan. Tanpa tata kelola kota yang baik, maka problem tersebut akan berpotensi lebih parah di masa depan akibat semakin bertambahnya penduduk perkotaan. Jika kita dapat
mengelola perkotaan dengan baik, maka kawasan perkotaan akan benar-benar bisa menjadi penggerak ekonomi wilayah; sekaligus menjamin kesejahteraan warganya.

Penulis Arsitek, Senior Researcher pada Centre of Culture & Uran Studies (CoCUS) Bali, tinggal di Denpasar

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *