Dokter meneteskan vaksin polio jenis imunisasi novel Oral Polio Vaccine Type 2 (nOPV2) kepada seorang siswa di SDN Sawah Besar 2, Semarang, Jawa Tengah, Senin (19/2/2024). (BP/Antara)

JAKARTA, BALIPOST.com – Lebih dari 1,8 juta anak di Indonesia belum mendapatkan imunisasi, menurut data yang dikumpulkan pada 2018-2023. Hal itu dikatakan Direktur Pengelolaan Imunisasi, Kementerian Kesehatan, Prima Yosephine.

Prima menyebut salah satu tantangan dalam imunisasi adalah pemerataan. Secara nasional, cakupan imunisasi sudah baik, dengan angka 89,45 persen tercatat pada capaian Imunisasi Anak Sekolah 2023.

Akan tetapi, ujarnya, ketika dilihat per provinsi, ada yang masih rendah, dengan sejumlah daerah mencatat bahwa tiap tahunnya lebih dari 10 ribu anaknya belum mendapatkan imunisasi.

“Lumayan banyak, ya, Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara, Papua Tengah. Ini yang mungkin perlu kita kejar, karena angka anak yang belum imunisasi masih tinggi,” ujar Prima dalam konferensi pers Pekan Imunisasi Sedunia yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan di Jakarta, seperti dikutip dari Kantor Berita Antara, Senin (18/3).

Baca juga:  Cuaca Ekstrem, Belasan Pergerakan Tanah Terjadi di Bantul

Menurut Prima, meski angka capaian nasionalnya tinggi, namun jika tidak dibuat merata, maka akan terjadi kejadian luar biasa (KLB) akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Sebagai contoh, ujarnya, sepanjang 2023, terdapat 94 KLB akibat campak.

“Untuk difteri juga kita bisa lihat cukup banyak, 103 KLB sepanjang tahun 2023,” kata dia menambahkan.

Prima menyebut, apabila cakupan imunisasi suatu wilayah rendah, maka risiko terjadi kejadian luar biasa (KLB) akan meningkat, dan hal itu dapat menghambat pembangunan.

Baca juga:  Menjelang Akhir Maret, Cakupan Imunisasi JE Capai 57,91 Persen

“Karena kalau KLB, kita akan fokus untuk menanganinya, dan ini biayanya berkali-kali lipat dibandingkan imunisasi rutin, yang sesungguhnya bisa jauh lebih murah dan mudah,” ujarnya.

Oleh karena itu, ujarnya, Kementerian Kesehatan terus berupaya untuk meningkatkan imunisasi, seperti dengan memberikan edukasi tentang imunisasi melalui pendekatan sosio-kultural, pemberdayaan masyarakat dan keluarga, serta melibatkan pihak lain dalam upayanya, termasuk media, agar dapat mengedukasi publik.

Selain itu, kata Prima, upaya lainnya memastikan suplai vaksin, menyelenggarakan imunisasi tambahan masal, meningkatkan kualitas tenaga kesehatan, serta melakukan imunisasi kejar bagi yang belum dapat.

Baca juga:  71 Kasus Kanker Serviks di Bangli, Satu Timpa Anak 4,5 Tahun

Kemenkes, katanya, selalu mengingatkan orang tua yang melewatkan imunisasi bagi anaknya saat masih bayi, mereka masih dapat memberikan imunisasi ketika anaknya di bawah dua tahun, atau tiga tahun, dengan harapan ketika sudah masuk sekolah, imunisasinya lengkap. Meski tidak ideal, katanya, setidaknya anak itu terlindungi.

“Tidak ada kata terlambat untuk imunisasi. Jadi kalau begitu orang tua tahu, sadar, segera datang ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat, untuk ditanyakan imunisasi apa yang masih bisa dikejar. Pasti ada,” kata Prima menambahkan. (kmb/balipost)

BAGIKAN