Ir. Dharma Gusti Putra Agung Kresna. (BP/Istimewa)

Oleh Agung Kresna

Tahun Ajaran (TA) 2023/2024 nampaknya menjadi puncak wajah karut-marut persoalan proses seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dalam menggunakan sistem zonasi. Banyaknya kasus tindak kecurangan dalam proses seleksi PPDB sistem zonasi menjadi bukti nyata akan hal tersebut. PPDB sistem zonasi berawal dari kehadiran Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017, yang terbit pada 8 Mei 2017 (yang saat ini telah mengalami beberapa kali perubahan/perbaikan) yang mengatur PPDB sistem zonasi. Sistem ini menggantikan sistem rayonisasi yang bersifat administratif dengan berpedoman pada nilai hasil ujian nasional.

Melalui sistem zonasi ini diharapkan terjadi pemerataan akses fasilitas pendidikan, serta menghilangkan stigma adanya sekolah favorit; sekaligus akan tercipta kelas yang heterogen. Calon siswa didik akan mencari sekolah yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Sehingga peserta didik akan bersekolah di tempat yang tidak jauh dari lingkungan keluarganya. Namun karena PPDB sistem zonasi berbasis pada Kartu Keluarga (KK) calon siswa, sementara akurasi pengecekan KK masih lemah; akibatnya muncul tindak kecurangan dengan mutasi alamat melalui KK. Sehingga calon siswa secara de-jure sesuai KK tinggal di lokasi dekat sekolah, meski secara de-facto siswa tidak tinggal di alamat tersebut.

Baca juga:  Dilema Regenerasi Atlet Bulu Tangkis Indonesia

Di sisi lain, persebaran sekolah juga belum merata sesuai proporsi jumlah hunian calon siswa yang ada dalam suatu wilayah. Hal ini terjadi karena selama ini pemerintah melakukan pembangunan/pengadaan sekolah tidak berbasis pada jumlah calon siswa pada suatu kawasan. Namun hanya sekedar tergantung keberadaan lahan kosong untuk pembangunan sekolah.

Tata Ruang Kota. Sebenarnya penempatan segala jenis fasilitas publik dalam suatu kawasan permukiman, sudah diatur dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan yang diterbitkan Badan Standarisasi Nasional Indonesia (BSNI). Di sini diatur proporsi penempatan semua jenis fasilitas publik.

Baca juga:  Akhirnya, DPRD Buleleng Setujui Pencabutan Perda jalur Hijau

Dalam SNI tersebut dipersyaratkan bahwa satu SMP harus ada dalam permukiman dengan 25.000 jiwa, dengan jarak tempuh siswa maksimal 1.000 meter. Sementara SMA harus ada dalam permukiman yang dihuni 30.000 jiwa, dengan jarak tempuh maksimal 3.000 meter. Sehingga diharapkan akan tercipta layanan fasilitas pendidikan yang merata. Rencana Tata Ruang Kota/Wilayah (RTRK/W) mengatur penataan persebaran kelompok fasilitas publik bagi warga masyarakat. RTRK/W akan menciptakan keseimbangan pelayanan publik atas berbagai fasilitas negara yang memang disiapkan untuk kesejahteraan masyarakat. Sekaligus juga menggambarkan jangkauan layanan fasilitas publik yang ada.

Namun realitasnya saat ini keberadaan lokasi sekolah sebagai fasilitas pendidikan yang dituju calon siswa, belum tersebar secara merata mengikuti proporsi hunian penduduknya. Lokasi sekolah masih banyak yang terkumpul dalam suatu lokasi tertentu. Tidak sedikit sekolah berkualitas baik yang cenderung terkumpul pada sebuah kawasan permukiman elit. Sementara di daerah kawasan padat penduduk yang relatif kumuh dan banyak dihuni penduduk berpenghasilan terbatas, justru minim dengan fasilitas pendidikan yang berkualitas. Keberadaan sekolah sebagai fasilitas publik bidang pendidikan, sering tidak mengikuti panduan zonasi yang dipersyaratkan dalam Tata Ruang Kota/Wilayah.

Baca juga:  Membangun Bali Secara Holistik

Meski sudah enam tahun berlalu sejak mulai diberlakukannya PPDB sistem zonasi, namun pemerintah daerah Kabupaten/Kota maupun Provinsi sebagai penanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah, belum melakukan penataan/relokasi sekolah guna memperlancar pelaksanaan PPDB sistem zonasi. Saat ini, Pemda Kabupaten/Kota maupun Provinsi sudah seharusnya dapat menyusun peta distribusi calon siswa untuk TA 2024/2025, karena saat ini sudah terdeteksi data distribusi calon siswanya; sebagai hasil dari PPDB TA 2023/2024. Jika hal ini dilakukan, dapat diharapkan bahwa PPDB sistem zonasi TA 2024/2025 akan lebih tertata.

Penulis Arsitek, Senior Researcher pada Centre of Culture & Urban Studies (CoCUS) Bali, tinggal di Denpasar.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *