Penjual sedang melayani pembeli di Pasar Badung. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pertumbuhan ekonomi Bali pada kwartal II 2020 yang menunjukkan angka mengejutkan yakni minus 7,22 persen, merupakan warning bagi krama Bali. Ini artinya pendapatan masyarakat makin menurun. Jika pada kwartal III nanti tidak mengalami kenaikan, bisa membahayakan krama Bali.

Alasannya untuk masyarakat menengah ke bawah, mereka hanya mampu maksimal bertahan enam bulan menghadapi ekonomi yang melambat seperti saat ini. Rektor Undiknas University Dr. I Nyoman Sri Subawa, S.T., S.Sos., M.M. mengatakan itu pada wawancara khusus Bali Post Talk serangkaian HUT ke-72 Bali Post, Gerakan Satu Juta Krama Bali Mewujudkan Bali Era Baru, Jumat (7/8).

Pengamat ekonomi ini menambahkan, anjloknya pertumbuhan ekonomi Bali ini akibat matinya sektor pariwisata. ‘’Ini tandanya sektor ini sebagai penopang kehidupan masyarakat Bali yang utama. Ke depan harus segera diimbangi dengan pembangunan sektor lainnya,’’ ujarnya.

Baca juga:  Pemerataan Ekonomi Jadi Alasan Kuat BRI Dorong Inklusi Keuangan

Menurut Sri Subawa, pertumbuhan ekonomi Bali yang melambat dipastikan akan menurunkan daya beli, melahirkan angka pengangguran yang makin melebar dan makin banyaknya warga miskin. Apalagi akan makin banyak karyawan yang dirumahkan, menerima gaji setengah dan kehilangan pekerjaan.

Sebab, ancaman pelambatan ekonomi Bali akan terus berlangsung. ‘’Saatnya pemerintah dan masyarakat bergerak membangkitkan segala sektor agar tercipta banyak lapangan pekerjaan termasuk memperbanyak proyek padat karya agar warga bisa berpenghasilan lagi. Jika tidak, daya tahan ekonomi Bali makin parah di kwartal III,’’ katanya mengingatkan.

Baca juga:  Jalan di Banjar Mukus Rusak Parah, Warga Minta Segera Diperbaiki

Sri Subawa mengaku sangat setuju jika Presiden Jokowi segera menggelontorkan BLT bagi pegawai yang bergaji Rp 5 juta ke bawah dengan dana Rp 600.000/bulan. Dana ini untuk sementara waktu bisa meningkatkan daya beli, sebab pertumbuhan ekonomi juga diukur dari daya beli, ekspor dan impor serta tingkat konsumsi.

Ia juga memberikan problem solving agar pemerintah dan masyarakat menggerakkan sektor pertanian yang memberi kontribusi 10 persen terhadap pendapatan Bali. Sektor ini perlu dipacu lagi oleh pemerintah dengan menggelontorkan anggaran yang menyentuh petani kita dan petani baru (karyawan yang PHK pindah kwardan menjadi petani – red) serta menjamin pasar produk petani.

Baca juga:  Tak Ada Libur Panjang, Gas Melon Kembali Langka di Denpasar

Ia juga menyanjung program Gubernur Bali Wayan Koster menggerakkan sektor ini, seperti melalui pasar gotong royong, dan lain-lain. Namun perlu diintensifkan sambil mengubah mindset warga Bali tak lagi terlalu tergantung pada sektor pariwisata.

Di sisi lain, katanya, mindset warga Bali juga perlu disiapkan menghadapi pelambatan ekonomi Bali dan ancaman resesi dengan mengurangi sikap konsumerisme dan hidup hemat. Artinya, belanja sesuai kebutuhan, bukan keinginan. Dengan demikian, mereka memiliki dana cadangan darurat saat kondisi terjelek terjadi. Secara teori, katanya, kita minimal memiliki dana darurat tiga kali lipat dari kebutuhan bulanan. Sebab, semua orang tak mengetahui kapan pandemi Covid-19 akan berakhir. (Sueca/balipost)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *