MANGUPURA, BALIPOST.com – Salah satu hotel yang berada di wilayah Desa Adat Pecatu, dikabarkan tengah mengajukan ke Pemkab Badung untuk bisa dijadikan lokasi karantina pekerja migran Indonesia (PMI) yang baru kembali. Terkait hal itu, masyarakat desa Pecatu sudah mengambil sikap.

Dari aspirasi masyarakat, Prajuru Desa Adat Pecatu sudah mengambil keputusan melalui rapat prajuru yang dilaksanakan pada Jumat (17/4). Dari hasil rapat tersebut, disepakati bahwa masyarakat Pecatu menolak kalau Hotel yang ada di Pecatu digunakan lokasi karantina PMI.

Baca juga:  Pasien COVID-19 Asal Muding Meninggal, Dirawat Hanya 9 Hari di RSU Surya Husadha

Dikonfirmasi terkait hal itu, Bendesa Adat Pecatu, I Made Sumerta membenarkan keputusan penolakan dari warga tersebut. Pihaknya mengatakan, keputusan ini diambil dengan memperhatikan psikologis dari warga setempat.

Apalagi kawasan Pecatu, masih merupakan zona hijau terkait COVID-19. Jangan sampai juga hal ini selain mengganggu psikologi masyarakat Pecatu, juga bisa menimbulkan masalah baru.

Pihaknya meminta kepada pemkab, Untuk lokasi karantina, agar dipusatkan di satu lokasi, supaya tidak tersebar di beberapa tempat. Sehingga dengan demikian, hal itu juga lebih efesien.

Baca juga:  Angka Kelahiran Remaja Alami Kenaikan

Apalagi lanjut dia, Pemkab Badung sudah menentukan satu lokasi untuk menjadi pusat karantina. “Biar di satu lokasi saja, supaya lebih efesien. Karena di Desa Pecatu, masih merupakan zona hijau,” ucapnya.

Sementara dikonfirmasi terpisah, Camat Kuta Selatan I Ketut Gede Artha mengatakan, sebelum pengajuan untuk bisa menjadi lokasi karantina, pihaknya berharap agar dilakukan komunikasi dengan pihak desa setempat dan juga desa penyangga. Mengingat hal ini merupakan hal yang sangat sensitif di tengah wabah COVID-19.

Baca juga:  Sehari, Buleleng Laporkan Belasan Pasien Covid-19 Meninggal

Hal ini, kata dia, perlu dikomunikasikan, supaya tidak menimbulkan permasalahan baru kedepannya. Padahal kata dia satu sisi, ini merupakan masalah kemanusiaam demi kepentingan para pekerja migran.

Di satu sisi, ini juga harus memperhatikan psikologis masyarakat setempat. “Pada prinsipnya harus berkoordinasi dulu dengan masyarakat sekitar melalui bendesa. Supaya tidak menimbulkan masalah baru,” ucapnya. (Yudi Karnaedi/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *