Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengusulkan pemilihan kepala daerah dikembalikan ke DPRD

JAKARTA, BALIPOST.com – Untuk menekan politik biaya tinggi yang berujung pada praktik korupsi yang dibuktikan dengan banyak ditangkapnya kepala daerah, pimpinan MPR dan pimpinan DPR mengusulkan agar kepala daerah dipilih kembali oleh DPRD. Jadi tidak seperti saat ini yang dipilih langsung melalui pemilu.

“Terbukti, pilkada langsung sarat dengan politik transaksional dengan mengandalkan kekuatan uang, modal yang masif dan sudah sangat membahayakan. Sehingga setelah menjabat banyak kepala daerah dari mulai gubernur, bupati dan walikota kena OTT KPK,” saran Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (9/3).

Baca juga:  IPW: Kapolrestabes Semarang Saksi Kunci Dugaan Pemerasan Oleh Pimpinan KPK

Menurutnya, pemilihan kepala daerah melalui DPRD tidak tidak mengkhianati nilai-nilai demokrasi meski tidak secara langsung dipilih rakyat. “Karena DPRD yang memilih kepala daerah merupakan representasi dari masyarakat di daerah,” ujarnya.

Bamsoet yakin, DPRD akan memilih kepala daerah yang berkompeten. Sebab, jika asal memilih, DPRD akan berhadapan dengan masyarakat. Dengan demikian wacana dipilih DPRD itu perlu dikaji kembali. “Kami sudah sampaikan ke Komisi II DPR. Nanti Komisi II DPR mengomunikasikan ke parpol melalui fraksinya,” tegasnya.

Menanggapi banyaknya kepala daerah yang kena operasi tangkap tangan (OTT) KPK karena melakukan korupsi dan suap, sehingga ada usulan kepala daerah dipilih oleh DPRD untuk meminimalisir politik uang, Ketua MPR RI Zulkifli Hasan mendukung usulan dipilih DPRD tersebut.

Baca juga:  Majukan UMKM, Ini Ragam Pemberdayaan dan Pendampingan BRI

“Soal dipilih oleh DPRD itu, bukan hanya DPR yang memiliki pandangan, tapi MPR juga mendukung. Sebetulnya dari dulu kami sepakat, tapi karena gara-gara PerppuPak SBY, maka wacana itu batal,” kata Zulkifli.

Menurut Ketum PAN itu, pemilihan kepala daerah melalui DPRD merupakan solusi politik agar tidak ada lagi calon kepala daerah yang kena OTT KPK. Selain itu bisa menghemat anggaran negara dimana, pilkada memerlukan biaya yang besar.

Baca juga:  Penyelidikan Kasus Mobil Xpander Dihentikan

“Biaya pilkada sangat besar, belum lagi politik uang yang marak, semua tidak mendidik rakyat. Pasang saksi saja yang murah Rp 200 ribu. Paket murah, paket hemat, orang perlu makan, perlu datang, Rp 160 miliar dari mana duitnya? Dari mana bagi-bagi baju, bendera, bagi-bagi kaos, kartu nama, ada masyarakat minta disumbang ini dan itu?” ungkapnya.

Dengan begitu, maka calon kepala daerah agar dipilih akan berusaha mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya.  “Tapi, darimana uangnya? Makanya saya menyarankan agar semua sama-sama mencari jalan keluar untuk meminimalisir tindak pidana korupsi,” tandasnya.(Hardianto/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *