Terdakwa kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) untuk anggota DPR Harun Masiku dan perintangan penyidikan, Hasto Kristiyanto menjalani sidang pembacaan nota pembelaan (pledoi) di Pengadlian Tipikor, Jakarta, Kamis (10/7/2025). Dalam sidang tersebut Hasto Kristiyanto membacakan nota pembelaanya yang ia tulis sendiri sebanyak 108 halaman. (BP/Ant)

JAKARTA, BALIPOST.com – Terdakwa Hasto Kristiyanto meminta Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta untuk membebaskan dirinya dari kasus dugaan perintangan penyidikan dan suap.

Saat membacakan pleidoi alias nota pembelaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, sebagaimana dikutip dari kantor berita Antara, Kamis (10/7), ia berpendapat bahwa tidak ada alat bukti yang cukup dan tiada motif dirinya untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dituduhkan.

“Terdapat cukup alasan bagi Majelis Hakim untuk tidak menerima berbagai uraian jaksa penuntut umum (JPU) dalam tuntutannya serta menolak tuntutan pidana,” kata Hasto.

Pada saat bersamaan, lanjut dia, terdapat cukup alasan untuk menyatakan berbagai bukti yang diajukan Hasto dan penasihat hukum untuk diterima dan unsur-unsur dalam pasal dakwaan perintangan dan penyuapan tidak terpenuhi.

Dengan demikian, dikatakan bahwa dakwaan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sehingga Majelis Hakim diminta untuk membebaskan Hasto dari segala tuntutan.

Baca juga:  Satpol PP Tertibkan Pedagang di Atas Trotoar

Keputusan yang adil dengan membebaskan Hasto, katanya, sangat penting lantaran penegakan hukum sangat esensial dan instrumental bagi terjadi dan bekerjanya demokrasi dengan baik.

Tanpa respek kepada hukum, yang diikuti dengan penegakan secara teguh dan konsisten, Hasto menekankan bahwa demokrasi bukan hanya tidak berjalan baik, melainkan lebih jauh lagi berujung pada kehidupan sosial politik yang penuh kekacauan (chaotic) dan anarki.

“Oleh karena itu, keadilan yang sejati hanya dapat terwujud ketika hukum ditegakkan tanpa intervensi dan demi kepentingan masyarakat luas,” tuturnya.

Selain itu, dia menegaskan bahwa proses hukum yang benar bukan hanya melindungi hak individu, melainkan juga menjaga stabilitas dan martabat demokrasi itu sendiri.

Sebelumnya, Hasto dituntut pidana 7 tahun penjara dan denda Rp600 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayarkan, maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 6 bulan dalam kasus dugaan perintangan penyidikan dan suap.

Baca juga:  Sekolah di 257 Kecamatan di Jabar Boleh KBM Tatap Muka

Dalam kasus tersebut, ia didakwa menghalangi atau merintangi penyidikan perkara korupsi yang menyeret Harun Masiku sebagai tersangka dalam rentang waktu 2019-2024.

Sekjen DPP PDI Perjuangan itu diduga menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.

Tidak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.

Selain menghalangi penyidikan, Hasto juga didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah; mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri; dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta kepada Wahyu dalam rentang waktu 2019—2020.

Baca juga:  Jadi PAW DPRD Bali, Gubernur Koster Ucapkan Selamat ke Dewa Nyoman Rai

Uang diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan pengganti antarwaktu (PAW) calon anggota legislatif terpilih dari Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

Dengan demikian, Hasto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. (Kmb/Balipost)

 

BAGIKAN