Mangku Gede Jro Kubayan menyampaikan pawisik Ida Bhatara usai nunas bawos. (BP/Istimewa)

TABANAN, BALIPOST.com – Karya Agung Pengurip Gumi di Pura Luhur Batukau ini digelar bukan tanpa dasar. Krama pangempon yang terdiri dari delapan desa adat sudah mengetahui sejak lama.

Karena rencana upacara ini sudah mengemuka sejak 2,5 tahun lalu. Upacara ini berdasarkan pawus atau pawisik (petunjuk) Ida Bhatara yang berstana di Pura Luhur Puncak Kedaton melalui napak Jro Dasaran yang disampaikan pada saat nunas bawos di Bale Agung, sebelum upacara nyineb pujawali di pura tersebut.

Baca juga:  Meninggal Positif COVID-19, PHDI Minta Jangan "Merebut Bangke"

Mangku Gede Pura Luhur Batukau Jero Kubayan dihadapan umat yang pedek tangkil mengikuti prosesi tersebut mengungkapkan berdasarkan pawus (petunjuk) dari Ida Bhatara yang berstana di pura ini, Ida Bhatara yang turun melalui napak jro dasaran, mengisyaratkan sudah saatnya untuk kembali melasti ke Segara Tanah Lot. Karena upacara melasti yang digelar terakhir sudah cukup lama, yakni pada 1993.

Di sisi lain, Ketua Umum Panitia Karya Pangurip Gumi yang juga Wakil Bupati Tabanan I Komang Gede Sanjaya saat simakrama ke Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Tabanan, Rabu (18/12) menyampaikan, Karya Agung Pangurip Gumi di Pura Luhur Batukau adalah upacara yang sangat disakralkan, yang merupakan pawisik atau pawuwus Ida Bhatara. Pawisik (sabda) ini turun langsung dari Ida Bhatara melalui pemangku di Pura Puncak Kedaton selaku pedasaran.

Baca juga:  Karya Agung Pengurip Gumi Pura Luhur Batukaru

Dari situlah diminta agar digelar Karya Agung Pangurip Gumi atau Panyucian Jagat. Salah satu rakaiannya, yakni ritual melasti berjalan kaki sejauh 43 kilometer dari Pura Luhur Batukau sampai di Pura Luhur Tanah Lot dan kembali ke Pura Luhur Batukau. (Asmara Putera/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *