Petugas melakukan pemilahan sampah sebelum diolah kembali. (BP/asa)

SURABAYA, BALIPOST.com – Perubahan drastis terjadi dalam pola penanganan tata kota di Surabaya, Jawa Timur. Kota yang masuk kategori metropolitan ini tak lagi amburadul.

Sampah juga dikelola dengan maksimal sehingga bisa menghasilkan Rupiah. Bahkan dana yang diperoleh dari pengelolaan sampah ini bisa dialokasikan untuk membayar angkutan umum Trans Surabaya.

Sampah juga bisa dijadikan alat pembayaran. Sebab, masyarakat bisa menukarkan sampah di bank sampah dan memperoleh kredit poin yang hasilnya bisa dimanfaatkan.

Proses pembelajaran ini berdampak positif. Penempatan jenis sampah terbagi-bagi. Mereka yang berani melanggar, harus berhadapan dengan tim yustisi. Ya, Walikota Surabaya punya payung hukum. Yakni, Perwali No 10 Tahun 2017. Mereka yang membuang sampah sembarangan kena denda.

Efeknya Kota Surabaya yang berjuluk Kota Pahlawan menjadi bersih. Sungai-sungai sepanjang Surabaya tidak nampak ada barang bekas.

Sebaliknya malah bersih apalagi jika dilihat malam hari begitu indah karena dihiasi lampu lampion dengan penuh warna-warni. “Ada petugas Satpol PP keliling setiap hari. Mana berani masyarakat buang sampah sembarangan. Orang mau bunuh diri saja takut. Pernah dulu ada mau menceburkan diri dan keburu diamankan petugas jaga,” sebut Sutanto, warga Surabaya yang sehari-harinya bekerja sebagai satpam di sebuah swalayan khusus bahan bangunan.

Baca juga:  Ini, 12 Koperasi Bermasalah dalam Pengawasan Kemenkop

Apa kiat Pemkot Surabaya menjadikan Kota Pahlawan itu meraih seabrek penghargaan?
Kuncinya adalah kebersihan dan pejabat di sana mempunyai komitmen yang kuat.

Masyarakat diajari mengubah sampah menjadi uang. Ya, sampah menjadi uang. Hal itu terungkap saat Biro Humas dan Protokol Setda Prov Bali menggandeng sejumlah awak media berkunjung ke kota pimpinan Ir. Tri Rismaharini itu, Selasa hingga Kamis (19/7).

Asisten III Bidang Administrasi Umum Pemkot Surabaya, Ir. Hidayat Syah, MT, mengatakan bahwa penanganan pengelolaan kebersihan, sampah, sungai dan pertamanan sudah dikelola dengan bagus. Dari luas wilayah kurang lebih 374 km2 dan 31 kecamatan serta 154 kelurahan, Pemkot Surabaya menghasilkan sampah setiap harinya ke TPS sebanyak 1590,57 ton.

Sampah organik sebanyak 68,5%, sisanya anorganik seperti plastik, logam, kaca, gelas dan lainnya. Pengelolaan sampah ini dikerjasamakan dengan Kementerian Lingkungan Hidup, serta pemberdayaan masyarakat. Sehingga semua sampah bisa dijadikan uang.

Baca juga:  Tekan Kebocoran, PDAM Ganti Ribuan Water Meter

Bahkan ulat sampah pun menghasilkan rezeki karena semua ulat sampah diambil dan dijadikan pakan ternak, yakni unggas dan lele. Sedangkan sampah plastik setelah dipilah dan dipress bisa didaur ulang dan dijual ke pengusaha plastik.

Selain pemilahan sampah mandiri dari rumah-rumah warga, Pemkot Surabaya juga memiliki 26 rumah kompos. Ada juga pusat daur ulang (PDU) sampah di Jambangan dan juga di Sutorejo. Setiap kelurahan ada fasilitas lingkungan juga diperankan untuk mengedukasi masyarakat perihal pentingnya pengelolaan sampah dari rumah.

Lestari, selaku KUPT PDU DKRTH didampingi Warsito selaku Koordinator PDU Jambangan mengatakan ada 17 items sistem pengelolaan sampah dari rumah tangga sampai daur ulang siap jual. Sampah organik bisa dijadikan kompos, plastik diolah dan dikerjasamakan dengan perusahaan pengelolaan plastik. Sedangkan ulat sampah dijual untuk pakan unggas dan lele.

“Kalau diolah lagi ulat sampah ini, bisa dijadikan kosmetik. Tapi kami alatnya belum punya. Kalau di Cina alat ini sudah ada,” ungkap petugas pengawas penyaringan ulat sampah PDU Jambangan, Hadi.

Baca juga:  Pandemi Belum Usai! Penurunan Kepatuhan Prokes Bisa Jadi Celah Gelombang Ketiga

Di sana ada 14 karyawan pilah sampah dan digaji perharinya Rp 90 ribu.

Pantauan di lapangan, memang petugas di sana begitu jeli dalam hal pemisahan sampah. Terlihat jelas warna plastik saja dipisahkan, sehingga pengelolaan sampah bisa dilakukan dengan baik. Tak pelak, semua sampah bisa diuangkan.

Warsito menceritakan mengolah sampah ini menjadi duit adalah dengan diawali menimbang sampah dari warga. Setelah ditimbang dan dipilah, ada tukang robek plastik. Plastik dipilah antara warna bening, plastik kresek berikut warnanya. Terus petugas lainnya memilah kaleng, kaleng aluminium, kaleng seng, sepatu bekas dan sandal jepit. “Sandal jepit kita manfaatkan untuk dijadikan matras, yakni matras untuk mainan anak,” jelas Warsito.

Begitu juga dengan jenis-jenis gelas. Semuanya dipisah. “Sisa makanan warga juga kita pilah dari sumbernya,” terang Warsito.

Di PDU Jambangan sampah reduksi sekali panen, sampah yang direduksi mencapai 504 Kilo dengan waktu 12 hari. (Miasa/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *