DENPASAR, BALIPOST.com – Pemberian sebutan atau label pada sebuah keyakinan atau kelompok tertentu yang berbeda disinyalir merupakan akar munculnya aksi terorisme dan bom bunuh diri. Pasalnya, pelabelan sebuah kelompok tertentu ini memicu terjadinya aksi tindakan kekerasan terhadap kelompok itu.

Terkait hal ini, praktisi hukum, Simon Nahak, menilai sebutan atau pelabelan tersebut merupakan pelanggaran terhadap aspek hukum dan HAM. Sesuai hukum, lanjutnya, orang yang mengujarkan sebutan itu harus diberi sanksi hukum yang berat dan penegasan.

Ia menilai negara harus segera mengantisipasinya dengan mengaturnya dalam UU. Undang-undang harusnya mengatur setiap orang dilarang untuk mengucapkan sebutan atau pelabelan terhadap kelompok tertentu. Indonesia merupakan negara ketuhanan dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa sesuai dengan sila pertama Pancasila yang berbunyi Ketuhanan yang Maha Esa.

Baca juga:  Lab PCR RS PTN Unud Sudah Uji 8000 Lebih Sampel Swab

Sementara itu, terkait maraknya aksi terorisme dan disintegrasi bangsa, Rektor IHDN Denpasar, Prof. Dr. Drs. I Nengah Duidja, M.Si, mengatakan Indonesia menghadapi hambatan ontologis. “Jadi hambatan ontologis itu, teks kitab suci adalah otoritas dari masing-masing agama, tetapi teks kitab suci hanya sebagai simbol yang mewakili pesan Tuhan. Oleh karena pemahaman kita yang sempit jangan sampai mengatasnamakan kebenaran Tuhan,” katanya.

Ia menilai, penafsiran teks yang berdasarkan kepentingan terhadap hal-hal di luar koridor agama yang menyebabkan tafsir agama yang berbeda-beda. Tidak hanya antaragama tapi juga intern agama itu juga dapat menyebabkan munculnya friksi-friksi dalam agama. “Ini juga berbahaya kalau tidak disikapi dengan baik,” ungkapnya.

Baca juga:  Buleleng Lindungi Bangunan Tua

Persoalannya, regulasi tidak jelas akan keberadaan paham radikal. “Ketika regulasi itu tidak jelas, maka paham-paham radikal itu akan tumbuh karena mereka tidak memiliki efek jera dalam pemikiran ideologi mereka,” ucapnya.

Sedangkan Dirjen Bimas Hindu, Kementerian Agama RS, Prof. Drs. I Ketut Widnya, Phd., mengatakan, bagi umat Hindu, persoalan kebangsaan sudah final dengan adanya Bhineka Tunggal Ika. “Dan ini sudah menjadi sesanti Bhineka Tunggal Ika sebagai lambang negara dan dasar negara dan itu berangkat dari Agama Hindu. Bahkan Hindu Indonesia telah merumuskan dharma agama dan negara, dimana dharma negara sama pentingnya dengan dharma agama,” jelasnya. (kmb/Citta Maya/balipost)

Baca juga:  Ini, Makna Gempa Bertepatan Hari Suci Pagerwesi
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *