Suasana akomodasi yang mengadopsi pariwisata berkelanjutan di Brasela, Ubud, Gianyar. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Ubud, Gianyar dikenal sebagai destinasi wisata yang mengandalkan keindahan alam dan budaya khas Bali. Di tengah meningkatnya kebutuhan wisatawan untuk mencari ketenangan dan keharmonisan, akomodasi wisata berkelanjutan menjadi sebuah tren yang menggerakan ekonomi Ubud.

Laporan Booking Sustainable Travel Report 2024 menunjukkan semakin banyak wisatawan global yang mempertimbangkan aspek keberlanjutan, memilih perjalanan yang lebih dekat dengan alam, serta mencari pengalaman yang autentik dan berdampak positif bagi komunitas lokal, termasuk di segmen luxury traveler. Tren global juga memperkuat arah ini yang menunjukkan bahwa Asia sebagai tujuan utama retreat dan perjalanan pemulihan diri.

Menurut salah satu praktisi pariwisata, I Wayan Lanus, di tengah dinamika pariwisata Bali yang semakin mencari keseimbangan antara pertumbuhan dan kelestarian, akomodasi wisata dituntut tidak hanya menghadirkan kemewahan, melainkan juga keberlanjutan dan pemberdayaan masyarakat.

“Preferensi ini juga tercermin dalam dinamika pasar pariwisata nasional dan regional, yang menunjukkan peningkatan minat terhadap destinasi yang menawarkan ketenangan, kedekatan dengan alam, dan pengalaman yang autentik,” jelasnya.

Ia memaparkan Indonesia mencatat 11,43 juta kunjungan wisatawan mancanegara dari Januari hingga September 2025, tumbuh 10,22 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, dan diproyeksikan menembus 14-15 juta kunjungan pada akhir tahun.

Baca juga:  Ida Pedanda Gde Made Tembau Passed Away

Bali menyumbang sekitar 5,3 juta kunjungan wisatawan mancanegara pada periode tersebut yang kian menegaskan posisinya sebagai episentrum pariwisata nasional.

Lanus yang merupakan Direktur dan Partner Sanggraloka Ubud memaparkan pendekatan ini diadopsinya pada akomodasi yang terletak di Bresela, Gianyar yang dikenal sebagai pusat spiritual dan lanskap hijau Ubud.

Pihaknya menawarkan pendekatan baru terhadap hospitality, sebuah model bisnis yang tumbuh dari alam dan di saat yang sama menumbuhkan kembali kehidupan di sekitarnya.
Ia mengungkapkan sejak soft opening pada Oktober lalu, Sanggraloka Ubud mencatat performa awal yang kuat dengan okupansi rata-rata 58-62 persen.

Menjelang akhir tahun, peningkatan okupansi ditargetkan hingga 65-70 persen. Target ini dicapai bukan melalui diskon agresif, melainkan lewat strategi yang memperkaya pengalaman tamu dengan program wellness di pertengahan pekan.

Dengan konsep keberlanjutan, aktivitas seperti langsung turun ke Sungai Oos untuk melukat (pembersihan diri secara spiritual khas Bali), mengikuti sesi yoga, meditasi dan terapi sound bath, atau sekadar bermain air di air terjun, menjadi daya tarik tersendiri. Selain itu, rangkaian farm-to-table dinner serta aktivitas romantis juga disiapkan untuk mendorong tamu memperpanjang lama menginap.

Baca juga:  Satpol PP Telusuri Dugaan Gepeng Terorganisir di Ubud

Perubahan lanskap permintaan ini tidak hanya tercermin pada pola okupansi, tetapi juga pada nilai komersial melalui pengalaman yang melampaui akomodasi. Pendapatan non-kamar menunjukkan struktur yang berbeda dari resort premium kebanyakan, dengan 34–38 persen revenue datang dari wellness, kuliner, dan event boutique, mulai dari sesi sound healing di tepi sungai, kelas memasak dari hasil kebun organik, hingga pernikahan intim di Anandam Chapel.

Pada semester pertama 2026, pihaknya bahkan menargetkan seperempat total pendapatannya berasal dari wellness dan event melalui paket terkurasi dan kolaborasi dengan operator retreat global serta spesialis micro-wedding.

“Kami percaya bahwa pariwisata tidak harus memilih antara pertumbuhan dan keberlanjutan. Bisnis yang dijalankan dengan menghormati alam dan budaya justru menciptakan loyalitas tamu, nilai ekonomi yang lebih kuat, dan hubungan jangka panjang dengan komunitas. Tujuan kami bukan hanya membangun resort, tetapi ekosistem yang menyehatkan tanah, memberdayakan masyarakat, dan menjaga warisan Bali tetap hidup,” ujarnya.

Di balik pengalaman tamu yang menenangkan, ia menyebut harus ada sistem keberlanjutan operasional yang terukur. Limbah dipilah dan dikelola agar sebagian besar dapat dikomposkan atau didaur ulang, sementara penggunaan air dan energi dioptimalkan melalui pengelolaan greywater, pemanenan air hujan, dan efisiensi peralatan.

Baca juga:  Restoran di Ubud Terbakar

Upaya ini selaras dengan kerangka  GSTC (Global Sustainable Tourism Council) dan prinsip ESG (Environmental, Social, and Governance) yang diterapkan melalui komite internal dan indikator terukur seperti pengurangan pemakaian air per guest-night, pengalihan sampah dari TPA minimal 70 persen, penurunan intensitas energi hingga 10 persen per tahun, serta pemantauan biodiversitas melalui indeks burung dan kupu-kupu di jalur Forest Path.

Lebih dari 70 persen tenaga kerja berasal dari Bresela dan Payangan, mendapatkan pelatihan hospitality berbasis budaya dan praktik ramah lingkungan. Rantai pasok juga diprioritaskan dari komunitas sekitar meliputi petani, perajin, dan pemandu budaya dengan perputaran ekonomi lokal yang diproyeksikan mencapai Rp 1,2 miliar hingga Rp 1,6 miliar per tahun saat resort mencapai kapasitas penuh.

Dengan operasional yang efisien, diversifikasi pendapatan, dan keterlibatan ekonomi lokal yang terukur, pendekatan ini menunjukkan bahwa keberlanjutan bukan hanya memenuhi ekspektasi pasar modern, tetapi juga memperkuat daya saing, loyalitas tamu, dan stabilitas bisnis jangka panjang. (kmb/balipost)

BAGIKAN