
DENPASAR, BALIPOST.com – Melepas Matahari sebagai kegiatan di penghujung tahun dan menyambut tahun baru di Denpasar akan diisi dengan pentas seni. Tidak seperti tahun sebelumnya, Melepas Matahari tahun ini digelar tanpa musik modern dan kembang api.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Bidang Kesenian Disbud Kota Denpasar, I Wayan Arta, Selasa (16/12). Dia menjelaskan, kegiatan tahun ini dikemas secara sederhana tanpa hiburan musik modern maupun pesta kembang api.
Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk efisiensi sekaligus empati terhadap kondisi kebencanaan yang terjadi di sejumlah wilayah serta musim penghujan yang masih berlangsung. “Tidak seperti tahun lalu, kali ini tidak ada musik dan kembang api. Esensinya tetap pada pembinaan dan pelestarian seni budaya,” ujar Arta.
Dikatakannya, Melepas Matahari yang digelar pada Selasa, 31 Desember 2025 mendatang akan dihadirkan pentas seni dari puluhan sanggar di Denpasar. Kegiatan tersebut akan berpusat di Catur Muka dari pukul 16.00 Wita hingga 23.00 Wita.
Pembukaan inaugurasi akan digelar di kawasan Catur Muka dikoordinir Sakti Manca dari Yayasan Naluri Manca yang menampilkan puncak acara Melepas Matahari dengan ragam kesenian etnis yang berkembang di Kota Denpasar. Pembukaan dijadwalkan pukul 16.00 Wita hingga pukul 18.00 Wita, dilanjutkan pementasan seni dari 65 sanggar binaan Pemkot Denpasar yang dilibatkan dalam kegiatan ini. Masing-masing sanggar menurunkan minimal 25 orang yang digelar hingga pukul 20.00 Wita.
Selanjutnya, pada pukul 20.00 hingga 23.00 Wita, panggung di sisi selatan Lapangan Puputan Badung akan diisi pementasan kesenian perempuan dan anak-anak, termasuk dolanan tradisional. Kesenian yang ditampilkan antara lain gong kebyar calon duta Pesta Kesenian Bali (PKB) serta dolanan yang sebelumnya belum sempat tampil pada ajang PKB. Kegiatan ini mengusung tema “Bhineka Nusantara” dengan menghadirkan seluruh tokoh agama sebagai simbol heterogenitas dan toleransi di Kota Denpasar.
Sejumlah kesenian etnis turut dilibatkan, diantaranya Saman (Aceh), Jaranan Jawa, kesenian Borneo, Tionghoa, serta kesenian Bali seperti jejangeran, yang dipadukan dalam konsep vasudaiva kutumbakam. Total anggaran yang dialokasikan untuk pelaksanaan kegiatan ini mencapai sekitar Rp250 juta.
“Kami ingin menyediakan ruang berkesenian sekaligus titik kumpul masyarakat agar perayaan akhir tahun tetap tertib, tidak liar, dan tetap bermakna sampai pukul 23.00 Wita. Setelah itu, masyarakat melanjutkan secara mandiri,” terang Wayan Artha. (Widi Astuti/bisnisbali)










