
SINGARAJA, BALIPOST.com – Menyikapi maraknya pelanggaran perizinan, alih fungsi bangunan, hingga keberadaan toko modern yang tidak sesuai regulasi, DPRD Buleleng memastikan akan membentuk Panitia Khusus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (TRAP). Pansus ini ditarget akan dibentuk mulai 2026 mendatang.
Ketua DPRD Buleleng, Ketut Ngurah Arya dikonfirmasi Senin (8/12) mengatakan, pembahasan terkait tata ruang sebenarnya sudah berlangsung sejak beberapa waktu lalu di tingkat pimpinan. Namun sejumlah penyempurnaan masih harus dilakukan sembari menunggu harmonisasi kebijakan dengan pemerintah pusat.
“Tata ruang ini harus hati-hati. Perda yang sudah ada sebelumnya telah mengalami beberapa perubahan, terutama menyesuaikan kawasan atas seperti Turyapada. Zona peruntukan sudah jelas, sekarang tinggal finalisasi,” ujarnya.
Menurut Ngurah Arya, keberadaan Pansus TRAP nantinya akan memperkuat fungsi pengawasan sekaligus meminimalisir dampak yang dapat muncul di kemudian hari.
Ia pun mengakui masih banyak ditemukan bangunan yang tidak sesuai peruntukan maupun berdiri tanpa prosedur perizinan lengkap. Sejak awal Desember, anggota DPRD melalui masing-masing komisi telah mulai turun ke lapangan untuk mengecek sejumlah laporan pelanggaran, termasuk penyimpangan garis sepadan. “Pengawasan harus berjalan sinergi dengan OPD terkait. Setiap temuan akan ditindaklanjuti,” tegasnya.
Sorotan juga diberikan pada toko modern yang dinilai tumbuh tak terkendali dan melanggar jarak minimal 500 meter dari pasar tradisional. Kondisi ini dikhawatirkan memukul keberlangsungan UMKM dan pedagang kecil.
“Kita bukan anti toko modern. Tapi ada aturan yang mengatur agar pelaku usaha kecil tidak terpinggirkan. Jangan sampai satu toko modern berdiri, sepuluh UMKM justru mati. Itu keresahan masyarakat,” ungkapnya.
Terkait kemungkinan pencabutan izin usaha bagi toko modern maupun bangunan yang terbukti melanggar perda, Ngurah Arya menegaskan hal tersebut dapat dilakukan asalkan hasil kajian menunjukkan adanya dampak negatif serta regulasi memberi ruang.
“Kalau kajiannya menunjukkan merugikan masyarakat kecil dan regulasi memperbolehkan, kenapa tidak? DPR akan mendorong pemerintah bersikap. Masyarakat ingin tindakan nyata, bukan sekadar wacana,” tandasnya.
Buleleng sendiri telah memiliki Perda Tata Ruang Nomor 4 Tahun 2024. Namun implementasinya dinilai belum optimal. Ngurah Arya menyebut persoalan bukan pada ketiadaan aturan, melainkan lemahnya keberanian dalam penegakan.
“Kita sudah punya rambu. Jadi kenapa harus diterobos? Pemerintah memang tidak langsung dirugikan, tapi pelan-pelan pedagang kecil mati seperti kerakap di batu hidup enggan, mati tak mau,” tutupnya. (Yudha/balipost)








