Satpol PP Bali saat melakukan pemeriksaan usaha di Jatiluwih, di Kantor Satpol PP Bali, Senin (8/12) sore. (BP/win)

DENPASAR, BALIPOST.com – Tiga pemilik usaha yang melanggar di Jatiluwih dipanggil secara bergantian oleh Satpol PP Provinsi Bali di Kantor Satpol PP Bali, Senin (8/12).

Pemanggilan resmi ini sebagai tindak lanjut atas dugaan pelanggaran pemanfaatan ruang dan izin usaha di kawasan persawahan yang selama ini dilindungi pasca inspeksi mendadak (Sidak) yang dilakukan Panita Khusus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (Pansus TRAP) bersama Satpol PP Bali, Selasa (2/12) lalu.

Ketiga pemilik usaha tersebut, yakni Pondok Makan Sunari Bali, Restoran Gong Jatiluwih, serta Green Point Coffee and Restaurant. Mereka diminta seluruh dokumen perizinan untuk dilakukan pemeriksaan dan klarifikasi terkait status usaha serta kesesuaian bangunan dengan regulasi tata ruang.

Pemanggilan ini didasarkan pada serangkaian aturan. Mulai dari UU Pemerintahan Daerah, Perda RTRW Provinsi Bali, Perda Ketertiban Umum, hingga Perda RTRW Kabupaten Tabanan 2023–2043.

Kepala Satpol PP Bali, I Dewa Nyoman Rai Dharmadi mengatakan ketiga usaha ini dipanggil sebab usai disidak dan telah dipasangi Satpol PP Line masih melanjutkan aktivitas. Serta melakukan aksi protes dengan memasang seng di kawasan destinasi wisata Jatiluwih.

Tujuan pemanggilan ini untuk memperoleh informasi secara rinci mengenai administrasi kepemilikan, motivasi membangun, kapan membangun usaha, serta berapa luas bangunan yang berdiri.

Baca juga:  Percepat Transformasi Digital, Anugerah Musik Bali Dihelat Serangkaian Bali Digifest 2022

“Kebetulan tiga ini yang kita ambil sampel kita pasangi Satpol PP Line yang terindikasi tiga ini melakukan protes dan melanjutkan aktivitasnya, hari ini semua datang,” ujar Dewa Dharmadi saat ditemui di kantornya usai pemeriksaan.

Sementara untuk usaha lainnya yang disegel akan dipanggil secara bertahap. Dikatakan, masih ada 10 usaha yang melanggar belum dipanggil.

Menanggapi aksi pemasangan seng oleh para petani dan pelaku usaha di Jatiluwih, Dewa Dharmadi mengatakan hal tersebut wajar dan merupakan bagian dari reaksi normal para petani.

Mengenai hal tersebut, sesuai informasi dari Pemerintah Kabupaten Tabanan bahwa Bupati telah membahas hal tersebut.
Dewa Dharmadi mengungkapkan bahwa pemilik usaha yang kena sidak Pansus TRAP merupakan para pemilik lahan yang merupakan petani lokal Jatiluwih.

Luas lahan Jatiluwih yaitu 1.000 hektar. Untuk itu, pihaknya akan mencari informasi pendalaman di lokasi untuk memastikan bahwa areal di cagar budaya di Jatiluwih bebas dari bangunan.

“Soal dibongkar kita lihat nanti, yang pasti kalau penegakan nanti akan dikembalikan fungsi lahannya. Nanti hasil pemanggilan ini disampaikan ke Pansus TRAP, nanti Pansus ke Pemkab untuk mengambil kebijakan,” tandasnya.

Baca juga:  KMP Tunu Pratama Jaya Tenggelam, Belasan Orang Lagi Ditemukan Selamat

Untuk hasil pemeriksaan, ia belum mengungkapkannya. “Nanti kita ekspos (hasil pemeriksaan,red), kan baru tiga (usaha yang dipanggil,red. Ada hal-hal yang belum lengkap dibawa, kita minta kelengkapannya. Tidak berhenti disini di hari ini kalau belum lengkap kita mintakan juga nanti,” ujarnya.

Pengelola Restoran Gong Jatiluwih, Agus Pamuji mengatakan dalam pemanggilan tersebut ia melakukan klarifikasi terkait penutupan dan penyegelan yang menurutnya Pansus TRAP dan jajarannya melakukannya secara sepihak. Menurutnya, ia dan usaha lainnya pada saat penyegelan belum mendapatkan SP3 dari Pansus TRAP DPRD Bali.

“Jadi hari ini kita mengklarifikasi menjawab pertanyaan pihak penyidik. Dimintai keterangan tentang posisi kita sebagai pemilik atau pengelola restoran, apakah kita mengetahui bahwa itu berada di lingkungan hijau, zona hijau dan beberapa pertanyaan lain terkait aktivitas kita di restoran,” ungkap Agus seusai diperiksa.

Diungkapkan, bangunan Restoran Gong Jatiluwih seluas 5 are tersebut sudah berdiri sejak tahun 2015. Awalnya lahan tersebut adakah kandang ayam.

Baca juga:  Kasus Penipuan Pendirian Restoran, Terpidana Dieksekusi Kejari Badung

Apabila dikatakan zona hijau, ia mengaku tak mengetahuinya. Sebab sebelum dibangun menjadi restoran, sudah banyak bangunan restoran di area Jatiluwih yang bukan sawah.

Agus juga mengatakan hingga kini masih melakukan beberapa mediasi untuk mencari beberapa solusi. Bahkan, sebelum hadir memenuhi panggilan Satpol PP Bali, pihaknya  bersama usaha lainnya melakukan mediasi dengan Bupati Tabanan.

Lebih lanjut diungkapkan bahwa, Restoran Gong Jatiluwih sudah berdiri sebelum Jatiluwih diakui oleh UNESCO sebagai cagar budaya. Agus mengatakan banyak pejabat daerah juga telah berkunjung kesana dan mengapa tidak sejak dulu ditertibkan jika memang melanggar.

“Kita bayar pajak, kita punya NIB sejak Tahun 2017 kalau gak salah. Kita sebenarnya cari win-win solution saja karena semua pengusaha di Jatiluwih itu petani, mereka memiliki lahan di sawah yang notabene sebagai objek wisata dan pengusaha itu lokal semua, tidak ada investor asing,” ungkapnya.

Dikatakan, petani lokal membuka usaha tersebut di sawahnya sebagai objek pariwisata, dan mereka mencoba mengais sedikit rezeki dengan membangun lapak di sawahnya sendiri.bukan menyerobot lahan pemerintah. Pihaknya berharap pemerintah mencarikan solusi atas pemasalahan ini. (Ketut Winata/balipost)

BAGIKAN