Alih fungsi lahan di Kota Denpasar terus terjadi setiap tahunnya. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Alih fungsi lahan produktif di Bali semakin mengkhawatirkan. Per tahunnya mencapai 600-700 hektare.

Atas kondisi ini, Gubernur Bali mengeluarkan Instruksi Gubernur Nomor 5 Tahun 2025 tentang Larangan Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Sektor Lain. Instruksi yang ditujukan kepada Bupati/Wali Kota se-Bali ini mendapat dukungan dari Komisi II DPRD Bali yang membidangi pertanian dan akademisi.

Ketua Komisi II DPRD Bali, Agung Bagus Pratiksa Linggih mengaku setuju dan mendukung instruksi Gubernur Bali yang melarang alih fungsi lahan pertanian ke sektor lainnya.

Menurutnya, instruksi ini merupakan kepedulian pemerintah atas kondisi lahan pertanian Bali yang semakin masif beralih fungsi ke sektor lainnya. Terutama untuk akomodasi pariwisata.

Politisi Partai Golkar ini menyarankan agar implementasi dari instruksi ini perlu banyak pengawasan. Sebab, banyak alih fungsi lahan bukan karena ijin dari pemerintah, tetapi dari oknum kepala lingkungan yang menyesatkan pembeli baru.

Seolah-olah tanda tangan mereka adalah izin membangun. Untuk itu, instruksi ini harus ada sanksi tegas bagi pelanggar.

Baca juga:  Dari Bali Diminta Pertimbangkan "Lockdwon" hingga Tuai Keluhan, Sanksi Denda Warga Tidak Bermasker

“Harus ada sosialisasi dan sanksi tegas dari pemerintah untuk pelanggar, agar alih fungsi lahan bisa dicegah,” tegasnya, Jumat (5/12).

Ditanya apakah instruksi larangan alih fungsi lahan pertanian ini ada berdampak terhadap investasi dan pariwisata di Bali, Pratiksa Linggih justru mengatakan kebijakan ini baik untuk investasi dan pariwisata Bali ke depan. Bahkan, laju pertumbuhan investasi dan pariwisata lebih terkontrol. “Ya justru akan baik, karena laju pertumbuhannya di kontrol. Bali perlu peningkatan kualitas wisatawan,” tandasnya.

Hal senada dikatakan Rektor Universitas Warmadewa (Unwar), Prof. Dr. Ir. I Gde Suranaya Pandit, MP. Menurutnya, kebijakan ini merupakan langkah strategis dan visioner dalam menjaga keberlanjutan ekosistem Bali, terutama terkait ketahanan dan kedaulatan pangan daerah.

Dalam perspektif akademik, keputusan ini selaras dengan prinsip pembangunan berkelanjutan serta nilai-nilai luhur Bali yang menempatkan keharmonisan hubungan falsafah yang memiliki konsep yang dapat melestarikan keanekaragaman budaya dan lingkungan di tengah hantaman globalisasi dan homogenisasi.

Baca juga:  Sidang Mantan Rektor Unud, Pembacaan Eksepsi Jaksa Ditunda

Prof. Pandit mengatakan alih fungsi lahan yang semakin masif selama beberapa tahun terakhir telah menjadi isu serius yang mengancam ruang hidup masyarakat, keberlanjutan pertanian, serta keseimbangan lingkungan Bali.

Diungkapkan dalam 5 tahun terakhir, hampir 4.000 hektar sawah di Bali hilang akibat alih fungsi lahan. Dengan adanya instruksi tegas ini, pemerintah daerah menunjukkan keberpihakan yang nyata terhadap upaya pelestarian Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan Luas Baku Sawah (LBS).

Penegasan terkait pelarangan perubahan peruntukan lahan, penguatan pengawasan hingga tingkat desa/banjar, serta ancaman pidana sesuai ketentuan perundang-undangan, merupakan pendekatan komprehensif yang patut didukung oleh semua pihak.

Dari sudut pandang perguruan tinggi, lanjut Prof. Pandit kebijakan ini membuka ruang kolaborasi yang lebih luas antara pemerintah daerah dan institusi akademik dalam bentuk riset kebijakan, pengembangan teknologi pertanian, edukasi publik, serta pendampingan masyarakat dan pemerintah kabupaten/kota dalam implementasi pengendalian alih fungsi lahan. “Unwar siap terlibat aktif melalui kajian lintas disiplin, termasuk bidang kebijakan publik, hukum, pertanian, geospasial, dan lingkungan,” ujarnya, Jumat (5/12).

Baca juga:  Dua Perenang Badung Turun di 'SEA Age Group'

Selain itu, pemberian insentif kepada petani dan pemangku kepentingan yang berkomitmen menjaga lahan pertanian juga menjadi langkah penting mendorong partisipasi masyarakat. Ini merupakan wujud keberpihakan yang tidak hanya bersifat regulatif tetapi juga suportif.

Dengan demikian, kebijakan ini tidak hanya melarang, tetapi juga memberikan penghargaan bagi mereka yang berperan menjaga Bali tetap berdaulat pangan.

“Melalui Instruksi Gubernur ini, kita kembali diingatkan bahwa masa depan Bali tidak hanya ditentukan oleh sektor pariwisata, tetapi juga oleh kemampuan kita melestarikan sumber-sumber kehidupan yang paling mendasar, yaitu tanah, pangan, dan lingkungan. Universitas Warmadewa mendukung penuh kebijakan ini dan siap bekerja sama secara niskala-sakala dalam mewujudkan Bali Era Baru yang berkelanjutan, tangguh, dan bermartabat,” tandasnya. (Ketut Winata/balipost)

BAGIKAN