Tim Panitia Khusus (Pansus) Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (TRAP) Provinsi Bali melakukan penyegelan secara simbolis salah satu bangunan usaha di Jati Luwih, Tabanan, Selasa (2/12). Terdata ada 13 titik bangunan di kawasan Warisan Budaya Dunia (WBD) ini yang melanggar Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali terkait LP2B dan LSD. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pemilik bangunan akomodasi wisata Jatiluwih yang ditutup sementara oleh Tim Pansus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (TRAP) DPRD Bali kompak pasang seng sebagai bentuk protes, Kamis (4/12).

Menanggapi hal tersebut, Ketua Pansus TRAP DPRD Bali, I Made Supartha menegaskan bahwa kehadiran Pansus TRAP DPRD Bali ke wisata Jatiluwih bukan untuk menghambat pembangunan, tetapi untuk memastikan penataan ruang berjalan benar, menjaga warisan budaya, dan membangun ekonomi rakyat tanpa merusak alam.

Dikatakan, Kawasan Jatiluwih yang sejak 2012 diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia dan kembali menguatkan reputasinya dengan predikat Desa Terbaik Dunia versi UN Tourism tahun 2024, kini menjadi fokus utama pengawasan Pansus TRAP DPRD Bali.

Pengawasan ini dilakukan menyikapi mulai menyempitnya lahan sawah akibat alih fungsi menjadi bangunan beton, kondisi yang dinilai mengancam identitas budaya Bali serta citra Jatiluwih sebagai destinasi sawah terindah yang dicari wisatawan mancanegara.

“Wisatawan datang untuk melihat hamparan sawah, subak, dan budaya Bali. Bukan beton. Pansus hadir agar masyarakat mendapat manfaat ekonomi yang lebih besar dan bangga terhadap desanya, bukan hanya jadi penonton,” ujar Made Supartha, Jumat (5/12).

Politisi PDI Perjuangan asal Kabupaten Tabanan ini mengklaim langkah pengawasan ini juga selaras dengan program Gubernur Bali yang menekankan kemajuan desa sebagai pusat pertumbuhan, termasuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dan mencetak generasi unggul melalui program Satu Keluarga Satu Sarjana.

Baca juga:  Masyarakat Jatiluwih Tengah Kembangkan Kopi Lokal 'Celepuk' 

Ia menyebut bahwa Jatiluwih memiliki potensi budaya dan alam yang luar biasa, sehingga harus dijaga dan dikembangkan dengan pendekatan yang menyeimbangkan pelestarian dan kesejahteraan masyarakat.

Untuk memperkuat manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal, sebagai desa wisata berkelas dunia, pihaknya mendorong rencana pengembangan desa berbasis budaya. Dalam konsep yang telah disiapkan. Di mana, rumah-rumah penduduk akan ditata dan diarahkan menjadi homestay berstandar internasional.

Didesain pula restoran khas desa yang menampilkan kuliner lokal yg hygines bagi tamu yang berkunjung. “Warga akan dilibatkan penuh dalam pengelolaan wisata, sehingga pendapatan tidak lagi didominasi pihak luar atau kelompok pemodal tertentu,” ujarnya.

Bahkan, untuk tambahan pendapatan masyarakat petani dibuatkan paket di sawah. Diantaranya, manyi, metekap, nandur, andi lumpur, tangkap belut, trecking di sawah, dan piknik di tengah sawah di kubu kandang sapi.

Selain itu, pemanfaatan ruang di wilayah ruang pertanian organik Jatiluwih oleh para petani dalam bentuk usaha kecil dijalur persawahan yang memberikan udara segar kepada wisatawan dapat dibuatkan trek kunjungan, couching klinik tentang pengelolaan sawah (bajak sawah dengan sapi-panen massal dengan cara ‘spingan’), sampai pengolahan kuliner yang khas dengan masakan Bali (lawar lindung, klipes goreng, pepes jubel, blauk, dan sebagainya) di gubuk petani sebagai tempat peristirahatan petani setelah selesai melakukan kegiatan/pekerjaan di sawah. Gubuk itu dapat dikelola oleh petani untuk meningkatkan kesejahteraan petani dari kunjungan wisatawan.

Baca juga:  Melukis Ceria Anak Jatiluwih di Masa Pandemi, Tumbuhkan Kesadaran Mencintai Lingkungan

“Dengan model ini, ekonomi naik, budaya Bali tetap terjaga, dan desa wisata jati luwih tidak kehilangan identitasnya,” tandasnya.

Made Supartha juga menegaskan bahwa petani sebagai penjaga utama bentang sawah akan mendapat perhatian khusus. Salah satu langkah konkret memberikan insentif penyediaan sarana produksi dengan menyalurkan bantuan benih, pupuk, memperhatikan irigasinya, memperhatikan pengenaan pajak juga asuransi pertaniannya dan memperkuat sistem subak agar produksi pertanian tetap stabil dan tidak terganggu. Serta memperhatikan pemasarannya sehingga pemerintah hadir kepada petani yang tidak mengalihkan lahannya sabagaimana konsep LSD dan LP2B yang sudah diatur.

“Kami ingin Jatiluwih tetap menjadi ikon dunia. Sawahnya lestari, budayanya hidup, rakyatnya sejahtera,” tegas Pansus.

Oleh karena itu, penataan ruang akan diperketat, pelanggaran akan ditindak, dan masyarakat akan menjadi pusat kekuatan ekonomi baru, tanpa mengorbankan alam dan warisan budaya Bali.

Satpol PP

Sementara itu, Kasatpol PP Bali I Dewa Nyoman Rai Dharmadi menegaskan bahwa keberadaan Pansus TRAP DPRD Bali menjadi penggerak utama percepatan penanganan pelanggaran tata ruang di Jatiluwih.

Ia mengatakan, pendampingan Satpol PP terhadap kegiatan sidak Pansus TRAP di sejumlah titik, termasuk di Jatiluwih, menjadi langkah penting untuk mempercepat pemulihan kawasan hijau yang selama ini banyak dikritisi oleh pengamat, masyarakat, hingga kementerian terkait. Menurutnya, keterlibatan lembaga politik memberikan efek dorongan signifikan agar penegakan aturan bisa berjalan lebih cepat dan tegas.

Baca juga:  Zona Merah Rabies, 50 Persen Sapi di Kediri Tidak Dikandangkan

“Kami berupaya membantu Pansus TRAP menentukan bentuk pelanggaran yang terjadi, terutama pembangunan yang tidak sesuai zonanya. Ini hal positif, karena kawasan hijau harus dijaga,” ujarnya, Jumat (5/12).

Saat ini, dikatakan Satpol PP sedang memasuki tahap lanjutan melalui pemanggilan dan pendalaman terhadap pemilik bangunan pelanggar. Proses ini dilakukan sebelum rekomendasi penindakan dijalankan.

“Kami evaluasi satu per satu, kami klaster potensi pelanggarannya, lalu hasilnya kami serahkan ke Pansus TRAP untuk diputuskan bersama,” ungkapnya.

Ia menegaskan bahwa kewenangan evaluasi lanjutan berada di tingkat kabupaten, sementara Pansus TRAP memberikan arahan kebijakan. Satpol PP provinsi dan kabupaten kemudian menindaklanjuti sesuai SOP yang berlaku.

Dharmadi mengakui bahwa keberadaan Pansus TRAP sangat membantu aparat penegak perda. “Dengan adanya Pansus, kami sangat terbantu. Ada energi tambahan agar kami bisa lebih tegas,” katanya.

Namun ia juga menekankan bahwa pengawasan tata ruang tidak bisa hanya mengandalkan aparat. “Kami butuh partisipasi masyarakat. Jangan hanya menyalahkan aparat lambat, tapi harus ikut melapor bila ada bangunan tak sesuai peruntukan,” tegasnya.

Ia menambahkan, zona pertanian di Bali terus tergerus, sehingga tindakan pencegahan menjadi sangat penting. Ia mengatakan sinergi lintas lembaga kini semakin kuat. “Kami sudah sering koordinasi dengan DPRD provinsi dan kabupaten. Semangat yang sama harus ada di tingkat kabupaten agar temuan Pansus bisa segera ditindaklanjuti,” ujarnya. (Winata/balipost)

BAGIKAN