Rapat Paripurna ke-15 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025–2026 kembali digelar di Gedung Wiswa Sabha, Kantor Gubernur Bali, Senin (1/12). (BP/kmb)

DENPASAR, BALIPOST.com – Rapat Paripurna ke-15 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025–2026 kembali digelar di Gedung Wiswa Sabha, Kantor Gubernur Bali, Senin (1/12). Tiga Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) strategis menjadi sorotan utama fraksi-fraksi DPRD Bali, mulai dari pelindungan pantai hingga pendirian Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Kerta Bhawana Sanjiwani.

Fraksi PDI Perjuangan, melalui juru bicaranya I Ketut Sugiasa, SH., M.Si., menekankan pentingnya regulasi pelindungan pantai sebagai respons atas tekanan pembangunan dan alih fungsi ruang pesisir.

“Penataan batas sempadan pantai mesti diperjelas. Akses masyarakat lokal tidak boleh tergerus oleh investasi besar-besaran,” ujar Sugiasa.

Baca juga:  Bongkar Bangunan Hotel di Jimbaran, Pemilik Diberi Waktu 2 Minggu

Fraksi juga meminta penguatan peran desa adat dan kelompok masyarakat pesisir dalam pengawasan kawasan pantai agar perlindungan ruang adat dan ekologis berjalan efektif.

Fraksi Golkar, melalui juru bicaranya Agung Bagus Pratiksa Linggih, BA (Hons), mengapresiasi langkah pemerintah merancang regulasi perlindungan pesisir. Namun fraksi menilai rumusan Raperda masih perlu pendalaman.

“Jangan sampai Raperda ini berhenti sebagai formalitas. Materinya perlu lebih konkret agar mampu menjawab persoalan di lapangan,” tegas Pratiksa.

Golkar juga meminta penguatan peran Satpol PP dalam penindakan pelanggaran tata ruang, termasuk pembongkaran bangunan yang menyalahi aturan. Selain itu, fraksi mempertanyakan urgensi Raperda baru mengingat telah adanya Pergub 24/2020.

Baca juga:  Calon Independen Wajib Kantongi 30.525 Pemilih di Pilbup 2018

Fraksi PSI–Gerindra menyoroti maraknya pembangunan ilegal di kawasan pesisir, seperti yang terjadi di Pantai Bingin. Menurut juru bicara fraksi, I Ketut Mandia, SE, kondisi tersebut menunjukan lemahnya pengawasan pemerintah.

“Ada investasi yang berjalan tanpa izin dan tanpa alas hak, itu menunjukkan ada yang memberi jalan. Raperda harus hadir sebagai instrumen tegas, bukan kompromi,” kata Mandia.

PSI–Gerindra juga mengusulkan penyesuaian judul Raperda, menilai frasa “Upacara Adat” kurang tepat karena kegiatan yang dimaksud bersifat keagamaan.

Baca juga:  Buntut Pemukulan Anggota DPRD Bali, Kadek Diana Laporkan Dewa Rai ke Polda Bali

Fraksi Demokrat–NasDem menyoroti persoalan pencemaran, eksploitasi sumber daya, dan alih fungsi ruang yang membuat masyarakat kehilangan akses pada pantai sebagai ruang publik. Juru bicara fraksi, I Gede Ghumi Asvatham, S.ST.Par, menegaskan perlindungan harus berbasis nilai Sad Kerthi.

“Bukan hanya pantai, tapi juga danau, sungai, sempadannya, termasuk tebing dan hutan harus mendapat perlindungan menyeluruh,” ujar Ghumi.

Fraksi juga menekankan pentingnya pelibatan kabupaten/kota dalam penerapan regulasi, karena merekalah yang memahami praktik adat dan kebutuhan masyarakat di wilayahnya.(Dewa Sanjaya/denpost)

BAGIKAN