Seorang warga berjalan menyusuri pematang antara sawah dan bangunan di wilayah Denpasar. Sebagai daerah tujuan urbanisasi, alih fungsi lahan pertanian menjadi bangunan terjadi tiap tahunnya di Kota Denpasar. (BP/Eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menyebut hampir 4 ribu hektare sawah di Bali hilang dalam 5 tahun terakhir.

Ia menyebut kondisi Bali masuk kategori berbahaya akibat maraknya alih fungsi lahan. Sebab, berdasarkan Perpres Nomor 12 Tahun 2025 menetapkan target Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) minimal 87 persen.

Saat ini, LP2B Bali masih berada di angka 62 persen. Sehingga, untuk mencapai target LP2B sebesar 87 persen, Bali minimal harus mengembalikan 6.000 hektare lahan sawah.

Nusron lantas mengingatkan jika ingin membangun jangan mengganggu ketahanan pangan dan alam. “Kalau mau bangun vila ya silakan. Tapi jangan di lahan produktif, supaya tidak mengganggu ketahanan pangan dan ekosistem alam,” pesannya, Rabu (26/11).

Baca juga:  Dipicu Sejumlah Faktor Ini, Fenomena Cuaca Terik Terjadi Sepekan Terakhir

Sementara itu, Gubernur Bali, Wayan Koster mengatakan Bali sebagai destinasi wisata utama dunia sangat diminati investor, baik dalam negeri maupun luar negeri. Hal ini menyebabkan banyak terjadi pelanggaran tata ruang di Bali.

Apalagi, dulu belum ada kebijakan terkait menjaga tata ruang di Bali. Sehingga, berbagai pelanggaran jika disesuaikan dengan aturan yang berlaku saat ini banyak melanggar tata ruang.

“Terutama melanggar sempadan pantai, sempadan sungai, tebing dan juga yang banyak sekali adalah terjadi alih fungsi lahan produktif yang sangat tinggi,” ujar Gubernur Koster pada Rapat Koordinasi Akhir Gugus Tugas Reforma Agraria bersama Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid di Kantor Gubernur Bali, Rabu (26/11).

Terkait alih fungsi lahan produktif di Bali, diungkapkan bahwa 600 – 700 hektare lahan produktif alami alih fungsi lahan setiap tahunnya. “Itu hitungannya sekitar 600 sampai 700 hektar per tahun, lahan produktif (alami alih fungsi lahan,red),” ungkapnya.
Kondisi ini, menurut Koster sangat mengkhawatirkan bagi Bali. Oleh karena itu, pihaknya telah merancang peraturan daerah (Perda) Provinsi Bali yang sudah dipersiapkan sejak 6 bulan yang lalu. “Sudah hampir (rampung,red) rancangannya dan akan segera diajukan ke DPRD Provinsi Bali untuk (Perda,red) pengendalian alih fungsi lahan produktif di Provinsi Bali yang dialihkan untuk kepentingan komersial,” sebutnya.

Baca juga:  Kasus Aktifnya Ribuan, BOR Isolasi RS Rujukan COVID-19 di Bali di Atas 70 Persen

Gubernur Koster menegaskan pengendalian alih fungsi lahan secara ketat dilakukan untuk mewujudkan program Bali daulat pangan. Ia mengatakan meskipun saat ini alih fungsi lahannya tinggi di Bali, namun neraca pangan di Bali saat ini masih surplus.

“Hanya saja makin menurun dia, surplusnya makin menurun. Jadi sekarang berasnya itu sudah di bawah 80 ribu ton per tahun, surplusnya. Dan kalau ini dibiarkan terus terjadi alih fungsi lahan, maka mungkin gak sampai 100 tahun Bali ini, itu akan menghadapi kesulitan pangan karena terlalu banyak alih fungsi. Dan itu akan menjadi ancaman bagi generasi penerus Bali ke depan,” ujarnya.

Baca juga:  Dari Kantor PHDI Bali “Disegel” Massa hingga Hasil Uji Lab Kue Dibagi Orang Tak Dikenal

Oleh karena itu, Koster menyampaikan bahwa Pemerintah Provinsi Bali kini telah memiliki konsep Haluan Pembangunan Bali 100 Tahun ke Depan. Salah satu yang diatur dalam konsep ini adalah pengetatan atau pengendalian alih fungsi lahan produktif. Ini mulai berlaku pada tahun 2025 sampai tahun 2125. (Ketut Winata/balipost)

BAGIKAN