Krama Desa Adat Tanjung Benoa saat menjalankan prosesi ngaben yang harus melewati bibir pantai, karena terhalang pohon kelapa yang ditanam pihak resort. (BP/istimewa)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Penanaman pohon kelapa di Pantai Timur Tanjung Benoa, dikeluhkan warga Desa Adat Tanjung Benoa, Kuta Selatan, Badung. Mereka mengaku kesulitan menjalankan prosesi ngaben, karena deretan pohon kelapa yang ditanam melintang di jalur adat menuju setra (kuburan).

Pangliman Desa Adat Tanjung Benoa, I Wayan Wardio, menegaskan jalur menuju setra melalui pantai timur merupakan bagian dari deresta (pakem adat) yang diwariskan leluhur dan tidak bisa diubah.

“Jalan menuju setra itu sudah menjadi jalan adat kami sejak dulu, menghadap ke timur, ke arah laut. Sekarang tertutup pohon kelapa yang ditanam tanpa koordinasi dengan desa adat. Kami mohon agar pohon itu dipindahkan supaya prosesi adat tidak terganggu,” tegas Wardio usai menggotong jenazah menuju setra.

Baca juga:  BUMDes Dilibatkan Wujudkan Universal Coverage Jaminan Sosial

Menurut Wardio, jalur tersebut bukan sekadar akses fisik, tetapi simbol penghormatan terhadap leluhur dan arah suci laut. Ia menilai penanaman pohon tanpa koordinasi mencerminkan kurangnya komunikasi antara pihak resort dan desa adat.

Hal senada disampaikan Petajuh Banjar Kertha Pastima, I Made Ganta, yang menilai penghijauan memang baik untuk lingkungan, tetapi tidak boleh mengorbankan nilai adat.

“Kami tidak menolak penghijauan. Tapi jangan sampai menabrak adat. Saat ini prosesi ngaben terganggu karena jalur menuju pantai tertutup pohon kelapa. Jalur itu adalah derestha yang tidak bisa diganggu. Kami di Desa Adat juga akan melakukan penghijauan tapi di pinggir jalan setapak menuju setra, bukan menutup akses jalan. Untungnya ini pantai sedang surut, kalau pas air naik, kita kan cukup kesulitan jalannya dihalangi pohon kelapa,” ujarnya.

Baca juga:  Dari Bali Diguyur Hujan hingga Waspadai Banjir Rob

Sementara itu, Petajuh Banjar Purwa Kathi, I Made Tromat, memberikan solusi agar penanaman pohon dipindahkan ke sisi barat jalan setapak. “Kami sangat mendukung penghijauan, tapi sebaiknya pohon ditanam di sebelah barat jalan, bukan di jalur adat,” usulnya.

Warga berharap pemerintah daerah dan pengelola resort segera menindaklanjuti persoalan ini agar harmoni antara pelestarian lingkungan dan pelaksanaan adat tetap terjaga. Mereka menekankan pentingnya komunikasi dan koordinasi sebelum melaksanakan kegiatan di wilayah adat. (Parwata/balipost)

Baca juga:  Nasional Laporkan Pasien COVID-19 Sembuh Harian Hampir 6.000 Orang

 

BAGIKAN