MANGUPURA, BALIPOST.com – Tradisi Matimpugan Tipat Bantal kembali digelar oleh krama Desa Adat Padang Luwih, Desa Dalung, Kecamatan Kuta Utara, pada Purnama Sasih Kapat. Upacara sakral ini dilaksanakan di Pura Desa dan Puseh Padang Luwih sebagai wujud rasa syukur atas anugerah, kemakmuran, dan kesejahteraan yang senantiasa menyertai warga desa adat.
Tradisi ini telah berlangsung turun-temurun sejak masa leluhur, ketika sebagian besar masyarakat Padang Luwih masih berprofesi sebagai petani. Meskipun kini wilayah tersebut telah berkembang menjadi kawasan pemukiman, semangat menjaga dan mengajegkan budaya tetap kuat di hati warga.
Bendesa Adat Padang Luwih, Ketut Adi Ardana, menjelaskan bahwa tradisi Metimpugan Tipat Bantal dilaksanakan setiap tahun bertepatan dengan Purnama Kapat.
“Dulu masyarakat Padang Luwih beraktivitas sebagai petani, namun sekarang wilayah Padang Luwih sudah menjadi pemukiman. Meskipun demikian masyarakat Padang Luwih tetap mengajegkan dan melestarikan warisan leluhur melalui tradisi Matimpugan Tipat Bantal,” ujarnya.
Prosesi dimulai dengan ngaturang soda, yaitu persembahan berupa tipat sirikan dan bantal yang melambangkan purusa dan pradana (unsur laki-laki dan perempuan). Pertemuan dua energi ini diyakini membawa keberkahan, kemakmuran, dan kesejahteraan bagi seluruh krama desa.
Setelah itu, krama melaksanakan sembah bakti dan megibung bersama para yowana di pelataran pura sebagai simbol kebersamaan, gotong-royong, dan sukacita.
Puncak acara ditandai dengan prosesi metimpugan, di mana para yowana dibagi menjadi dua kelompok utara dan selatan yang saling melempar tipat dan bantal dengan penuh semangat. Suasana meriah namun tetap sakral menyelimuti pelataran pura, menandakan harmoni antara tradisi dan kebersamaan warga.
“Tradisi ini tetap kami laksanakan yang bertujuan nunas wara nugraha, keselamatan serta kemakmuran krama Desa Adat Padang Luwih,” pungkas Ketut Adi Ardana.
Tradisi Matimpugan Tipat Bantal menjadi bukti nyata bahwa nilai-nilai warisan leluhur masih hidup di tengah modernisasi. Lebih dari sekadar ritual, tradisi ini mengajarkan makna syukur, kebersamaan, dan pelestarian budaya yang tak lekang oleh waktu. (Parwata/balipost)
Tonton selengkapnya di video