Suasana di Desa Bengkala. (BP/Dokumen)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Pemandangan Desa Adat Bengkala, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng, kini berbeda dari sebelumnya.

Hampir tak terlihat anjing liar berkeliaran di jalan desa. Kondisi ini terwujud setelah desa adat setempat secara tegas menerapkan perarem (aturan adat) terkait tata kelola anjing peliharaan, yang
terbukti efektif mencegah penyebaran rabies sekaligus mengurangi gangguan ternak warga.

Kelian Desa Adat Bengkala, I Komang Suka, menjelaskan,
aturan adat tersebut mewajibkan setiap warga melaporkan kepemilikan anjing kepada aparat desa. Setiap anjing diberi tanda berupa kalung, dan tidak boleh dilepasliarkan.

Warga wajib mengikat atau mengandangkan anjing peliharaan mereka agar tidak masuk pekarangan orang lain maupun menyerang ternak.

Baca juga:  Jelang Laga Porprov Bali di Tabanan, KONI Buleleng Siapkan Kuota Atlet

Sanksi yang diberlakukan pun cukup berat. Bagi warga yang melanggar, dikenakan denda berupa beras atau uang setara nilainya. Bila seekor anjing sampai menggigit warga, dendanya ditentukan berdasarkan lokasi luka.

Gigitan di bagian kepala atau leher dikenai denda 1 ton beras, sementara gigitan di bagian tubuh lain didenda 500 kilogram beras.

Selain itu, pemilik anjing wajib menanggung seluruh biaya pengobatan korban hingga sembuh.

Sanksi lebih berat berlaku apabila korban meninggal dunia akibat rabies. Pemilik anjing diwajibkan menanggung seluruh biaya upacara pengabenan.

Tak hanya itu, aturan adat juga mewajibkan vaksinasi anjing minimal sekali setahun. Jika tidak, pemilik dikenakan denda 100
kilogram beras.

Baca juga:  Karang Taruna Desa Belalang Rancang Konsep Festival Kedungu

Larangan lain yang diatur adalah membuang anjing sembarangan, termasuk di area kuburan, TPA, sekolah, pura, sungai, kebun, maupun sawah.

Pelanggaran akan dikenai denda 50 kilogram beras per ekor. Jika ditemukan anjing liar tanpa pemilik, maka akan diserahkan ke Balai Penyuluh Pertanian Kecamatan Kubutambahan.

Menurut Suka, pararem ini bukan dibuat karena adanya kasus rabies, melainkan karena anjing liar kerap memangsa ternak warga. “Masyarakat juga khawatir dengan bahaya rabies. Karena itu kami bentuk tim, menyusun draf pararem, lalu disosialisasikan. Warga justru mendukung penuh,” jelasnya.

Baca juga:  Jokowi akan Hibahkan Keris ke Museum Keris Nusantara

Meski draf aturan ini telah dirancang sejak 2016, pengesahan baru bisa dilakukan akhir tahun ini karena padatnya aktivitas prajuru desa adat. Nantinya, beras atau uang hasil denda akan dikelola oleh desa adat untuk kepentingan bersama.

Bagi warga kurang mampu, sanksi akan diganti dengan bentuk lain sesuai hasil musyawarah desa, seperti kasepekang atau bentuk hukuman sosial adat lainnya.

Salah satu warga, Made Duanta (31), mengaku tidak keberatan dengan aturan ini. Ia bahkan sudah terbiasa mengikat anjing peliharaannya sejak kecil. “Saya setuju, karena aturan ini baik untuk keamanan desa,” ujarnya singkat. (Nyoman Yudha/balipost)

BAGIKAN