
DENPASAR, BALIPOST.com – Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang telah berjalan sejak Maret 2025 di Denpasar berjalan cukup mulus, namun setiap hari ada saja MBG yang tersisa sekitar 20-100 porsi.
Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) Denpasar Nengah Sujani, Senin (13/10), menyampaikan, di awal program ini siswa cukup antusias menyambutnya, karena sesuai dengan pemenuhan gizi dan selera siswa seperti menu ayam kecap. Namun, seiring waktu, menu MBG mulai tidak diminati seperti telur orak -arik, sayur, karena dirasa membosankan.
“Kadang tersisa sampai 100, alasannya kenapa sisa, anak- anak bilang tidak suka, hanya telur orak -arik dan sayur, kurang bervariasi. Padahal ketika di awal program berjalan, ada ayam kecap, anak- anak suka,” ujarnya.
Usai makan, siswa kadang menyelipkan catatan di tray MBG. Mereka terkadang me-request burger, spaghetti dan kadang dipenuhi oleh SPPG-nya. “Kalau burger, spaghetti, pasti habis, tapi kalau menunya telur orak arik, tahu -tempe bacem, ada saja sisa. Sisanya 70 bahkan pernah sisa 100,” ujarnya.
Pernah juga menu yang diberikan mie ayam, tanpa nasi. Menu ini dikatakan laku di kalangan siswa. Jika ada nasi, lauknya dan sayurnya satu jenis, sedangkan unsur buahnya yaitu melon dan semangka. “Kalau di awal pelaksanaan MBG, pernah dapat anggur, sebulan sekali kadang dapat susu kecil,” ujarnya.
Diakui, dalam seminggu dari Senin – Jumat menu MBG cukup bervariasi, namun ketika menunya tidak disukai anak-anak, pasti sisa. Menurutnya meski bahan bakunya sama, seperti telur, namun perlu divariasikan seperti cara pengolahannya dibuat telur balado.
Selain itu, menurutnya MBG yang kerap sisa karena datangnya siang hari sementara anak sudah makan pada istirahat pertama. Sehingga siangnya, anak-anak masih merasa kenyang dan MBG pun dianggap tidak enak.
“MBG di kami datangnya jam setengah 12.00, jadi anak-anak sudah makan, ada yang bawa bekal dari rumah, sehingga anak-anak yang itu saja yang sisa. Sedangkan anak-anak yang tidak bawa bekal, mungkin dia tahan laparnya sampai pembagian MBG siang hari,” tuturnya.
Selama beberapa bulan pelaksanaan MBG, diakui belum pernah ada masalah seperti makanan basi, busuk, keracunan. Orang tua siswa pun dikatakan tidak ada yang sampai menolak program tersebut.
Namun menurutnya, dengan menyediakan bekal dari rumah, adalah salah satu bentuk penolakan orang tua terhadap MBG atau menghindari anaknya kelaparan di sekolah. “Anak-anak yang membawa bekal inilah yang kadang menyisakan MBG, karena bekal yang disiapkan orang tuanya mengenyangkan, dan enak- enak juga,” imbuhnya. Di SMPN 3 Denpasar sendiri ada 1.049 siswa yang menjadi penerima manfaat MBG. (Cita Maya/balipost)