Komisi II DPRD Bangli menunda rapat untuk membahas rencana pengoperasian kapal pesiar bertenaga listrik di danau Batur. (BP/Ina)

 

 

BANGLI, BALIPOST.com – Banyaknya kekhawatiran masyarakat terkait rencana pengembangan wisata yang dilakukan Perseroda Bhukti Mukti Bhakti (BMB) dengan investor asal Korea, PT GMS Invest Internasional yang salah satu proyeknya, yakni pengoperasian kapal pesiar bertenaga listrik, disikapi serius oleh DPRD Bangli.

Jumat (3/10), Komisi II DPRD menggelar rapat untuk meminta klarifikasi kepada Perseroda BMB terkait rencana tersebut. Namun sayang, Direktur Perseroda BMB tidak hadir.

Rapat diagendakan berlangsung pukul 13.00 wita. Namun direktur Perseroda BMB Anak Agung Wibawa Putra ternyata berhalangan hadir. Rapat pun akhirnya diputuskan untuk ditunda.

Ketua Komisi II I Ketut Mastrem, mengatakan, rapat tersebut digelar untuk meminta jawaban atas banyaknya pertanyaan dan kekhawatiran masyarakat terkait kejelasan MoU yang ditandatangani Perseroda BMB dengan pihak investor. “Tapi undangan kami, entah kesalahannya di mana, direktur Perseroda BMB tidak hadir dalam kesempatan kali ini,” ujar Mastrem.

Ia pun memastikan Komisi II akan menjadwalkan kembali rapat yang sama pekan depan. Mastrem mengaku telah mempelajari MoU antara Perseroda dengan pihak investor. Pointnya akan ada atraksi wisata yang akan dibangun di danau Batur.

“Saya menekankan mudah-mudahan kita masih berpijak pada Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah. Sudah jelas aturannya agar bermanfaat bagi masyarakat, terutama yang di sekitar Danau Batur, ataupun investasi yang akan dibangun di Bangli itu memberikan dampak yang positif pada masyarakat, terutama di bidang sosial budaya dan ketenagakerjaan. Artinya sumber daya manusia dan sumber daya alamnya bisa dimanfaatkan dengan baik tanpa merusak tatanan,” tegas Mastrem.

Baca juga:  Ini, 5 Opsi Paket RUU Pemilu yang Disepakati Pemerintah dan DPR

Ia juga menekankan terkait aspek spiritual Danau Batur. Danau Batur, kata Mastrem sangat disucikan oleh banyak desa terutama di sekitar danau. “Danau Batur yang kita ketahui adalah danau yang diaci oleh beberapa desa secara spiritualnya. Supaya tidak salah, sebelum dibangun usaha itu agar dibangun komunikasi terutama dengan desa-desa yang ada di sekitar Bintang Danu,” tegas Mastrem.

Dia meminta investor dan Pemda mengumpulkan tokoh masyarakat untuk memberikan penjelasan komprehensif mengenai sejauh mana keterlibatan masyarakat, keuntungan, dan dampak yang akan ditimbulkan. “Ini akan kami tekankan nanti. Kita buka investasi sebesar-besarnya. Kita bukan menolak investasi tapi harus memperhatikan sumber daya alam, sosial, dan budaya yang ada di Kabupaten Bangli,” jelasnya.

Senada dengan Mastrem, anggota komisi II lainnya, I Made Diksa, berharap sebelum proyek itu berjalan agar ada koordinasi dengan tokoh-tokoh masyarakat di sekitar Danau Batur. Menurut Diksa banyaknya kekhawatiran muncul saat ini karena masyarakat belum tahu secara jelas terkait rencana pengoperasian kapal pesiar itu. Adapun yang jadi kekhawatiran utama masyarakat yang sebagian besar bekerja di bidang pertanian dan perikanan, adalah takut proyek tersebut berdampak pada kerusakan lingkungan dan mengganggu kesakralan Danau Batur. “Danau Batur itu betul-betul disakralkan oleh 15 desa,” jelas Diksa.

I Nyoman Muliawan, anggota Komisi II lainnya menambahkan bahwa Danau Batur menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat sekitar. Ia mengungkapkan masyarakat di sekitar danau masih menggunakan air danau untuk makan dan minum. Danau Batur juga menjadi sumber air untuk pertanian dan budidaya perikanan. Selain itu danau Batur juga menjadi tempat upacara keagamaan dan sumber air suci. Masyarakat khawatir kehadiran proyek kapal pesiar di Danau Batur akan mengganggu aktivitas mereka.

Baca juga:  Lebih Banyak Tersedia Loker ke Luar Negeri Daripada Dalam Negeri

Sebagaimana yang diberitakan sebelumnya rencana pengembangan wisata di Danau Batur, Kintamani yang dilakukan perusahaan daerah Kabupaten Bangli, Perseroda Bhukti Mukti Bhakti (BMB) dengan menggandeng investor Korea, menuai sorotan dan kritik dari masyarakat, khususnya terkait rencana pengoperasian kapal pesiar bertenaga listrik.

Menanggapi hal itu, Direktur Perseroda BMB, Anak Agung Wibawa Putra menegaskan bahwa kerjasama tersebut masih berada di tahap paling dasar dan belum sampai pada tahap kesepakatan final. “MoU itu belum ada kesepakatan, terkait nominal atau apa itu belum ada. MOU itu sifatnya general, dimana kita baru membuat nota kesepahaman. Membuat satu pemahaman wisata berbasis energi hijau. Isi dari MOU itu belum sama sekali menyentuh ke ranah kerjasama, rupiah. Yang ada baru sebatas penyusunan FS atau studi kelayakan,” tegasnya dikonfirmasi Senin (29/9) lalu.

Lebih lanjut dikatakan bahwa investor dalam hal ini memiliki kewajiban membuat studi kelayakan dan desain dengan tenggat waktu enam bulan. Jika dalam periode ini, pihak investor dapat menyelesaikan FS selanjutnya Perseroda akan melaksanakan kick off metting. Jika memang hasil FS menguntungkan bagi daerah dan masyarakat barulah kerjasama akan dilanjutkan ke tahap selanjutnya. Sebaliknya jika tidak tercapai kesepakatan yang disetujui Perseroda, maka MoU otomatis akan berakhir. “Dalam pembuatan FS prosesnya banyak. Salah satunya wajib melakukan sosialisasi ke masyarakat. MoU kami hanya bertenggang waktu 6 bulan. Kalau dalam 6 bulan tidak ada apa-apa ya selesai (kerjasama tidak berlanjut),” jelasnya.

Baca juga:  Banyak Desa Wisata, Baru Sedikit yang Dilirik Wisatawan

Meskipun kerjasama saat ini masih di tahap awal, Agung Wibawa menegaskan bahwa pihaknya telah menekankan beberapa syarat mutlak kepada investor yang harus tertuang dalam perjanjian nantinya. Antara lain proyek yang akan dilaksanakan harus menguntungkan daerah dan masyarakat dengan menyerap setidaknya 70 persen tenaga kerja dari masyarakat lokal. Desain kapal dan operasional harus memasukkan nilai-nilai budaya dan menjaga kesucian Danau Batur. Penanganan limbah kapal juga harus jelas.

Dijelaskan juga bahwa sebutan kapal pesiar yang rencana akan dioperasikan di Danau Batur tidak merujuk pada kapal mewah berukuran besar yang biasa melintasi lautan.

“Itu hanya sebatas bahasa. Kapal pesiar identik dengan kapal gede. Padahal yang dimaksud di sini adalah kapal pesiar pinishi dengan kapasitas penumpang hanya 65 orang. Ukurannya kecil, tidak mungkin seperti kapal pesiar di laut,” tegas Agung Wibawa.

Agung Wibawa meminta dukungan masyarakat terkait rencana pengembangan wisata di Danau Batur tersebut. Dia pun menjamin bahwa dalam tahapan pembuatan FS akan melibatkan Tokoh Adat, Tokoh Agama, tokoh masyarakat serta perkumpulan pelaku usaha boat lokal. “Kalau nanti saat pembuatan FS masyarakat mau menyampaikan apa, silakan. Itu akan kita tampung untuk cari solusi, supaya masyarakat diuntungkan dan daerah diuntungkan,” pungkasnya. (Dayu Swasrina/Balipost)

 

 

BAGIKAN