Salah satu plang ruang terbuka hijau yang terpasang di kawasan Renon, Denpasar. Pemerintah Kota Denpasar akan merevisi rencana tata ruang wilayah di Denpasar. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Denpasar telah memiliki Perda Ruang Terbuka Hijau (RTH) yaitu Nomor 27 tahun 2011 dan Peraturan Wali Kota tentang Rencana Detail Tata Ruang Nomor 1 tahun 2022 untuk menjaga lingkungan agar tetap sesuai fungsinya. Namun dalam implementasinya dilematis. Pasalnya lahan tersebut berstatus milik perorangan.

Ketua Komisi III DPRD Denpasar, I Wayan Suadi Putra, Senin (15/9), menilai pembangunan di lahan produktif telah diatur dalam beberapa produk hukum. “Jika masuk dalam zona yang masih bisa membangun walaupun saat ini masih berupa tegalan, itu yang sulit dikendalikan. Namun bukan alih fungsi namanya, cuma fleksibilitas dari tata ruang memungkinkan mereka membangun,” ujarnya.

Baca juga:  Kasus Korupsi Rumbing, Sumber Dana Disebut PHR Badung

Contohnya beberapa tempat di Jalan Tukad Badung. Kalau dia jalur hijau sesuai peruntukannya, maka harus diproteksi betul. Namun jika daerah tersebut zona kuning, bisa dibangun perumahan atau kawasan ekonomi. Maka itulah diakui sulit diredam. Diakui, pelanggaran ini yang memang perlu dievaluasi. Ada satu kendala yang sulit dipecahkan. “Ini juga terjadi ketika kita membahas Perda mengenai perumahan dan pemukiman kumuh di Denpasar,”ujarnya.

Baca juga:  Dibahas, Luasan RTH Publik di Denpasar Minim

Kendala pertama, status kepemilikan tanah yang notabene milik warga atau milik pribadi/perorangan. Ketika tanah tersebut memungkinkan untuk disewakan untuk dibangun rumah, perumahan, atau bangunan, maka sulit dikendalikan karena tanah milik pribadi.

“Yang tersulit lagi adalah tanah milik pribadi yang berada di jalur hijau. Kendala kita, masyarakat beralasan hanya itu tanah miliknya untuk tempat tinggal keluarganya yang mulai bertambah jumlah anggotanya. Hanya di situ tanah keluarganya, maka tanah itu yang akan dibangun rumah. Bahkan masyarakat juga menanyakan, kenapa tanahnya menjadi zona jalur hijau. Dalam kondisi itu, kita tidak punya jawaban,” jelasnya.

Baca juga:  Pabrik Bermunculan di Bali, Alarm Bahaya Masifnya Peredaran Narkoba

Hanya konsolidasi yang bisa dilakukan pemerintah memerlukan kawasan resapan. Maka dari itu, perlu diintegrasikan antara tata ruang kota dan provinsi. “Harus diplot, mana kawasan yang boleh dilakukan pengembangan terus menerus dalam 20 tahun ke depan. Misalnya Bali selatan, sementara Bali tengah dan Bali utara sebagai kawasan penyangga dan hijau, karena perkembangan di Bali selatan sangat pesat,” tandasnya. (Citta Maya/balipost)

 

BAGIKAN