Pengunjung melihat-lihat karya seni dari sejumlah seniman dari beberapa negara pada Art & Bali, di Nuanu Creative City, Tabanan, Jumat (12/9). (BP/eka)

TABANAN, BALIPOST.com – Sebanyak 17 galeri dengan lebih dari 150 seniman dan 50 program mewarnai penyelenggaraan Art & Bali, di Nuanu Creative City, Tabanan, 22-14 September 2025. Pameran karya seni kontemporer ini menandai babak baru bagi Bali sebagai pusat budaya di Asia Tenggara dengan masa depan digital.

Pembukaan pameran seni internasional tersebut ditandai pemukulan gong oleh Director of Art & Bali, Kelsang Dolma.

Pada sesi konferensi pers, CEO Nuanu Creative City mengungkapkan, pameran ini merefleksikan jiwa dari Nuanu. “Nuanu dibangun sebagai ruang di mana kreativitas menyatu dengan kehidupan sehari-hari, sekaligus membuktikan bahwa filosofi serta semangat Bali dapat menyapa dunia melalui seni dan budaya,” katanya.

Baca juga:  Tabanan Berkembang Jadi Destinasi Wisata, Konektivitas Digital Ditingkatkan

Director of Art & Bali, Kelsang Dolma mengatakan, mengangkat tema “Bridging Dichotomies”, Art & Bali 2025 merangkai pertemuan antara tradisi dan modernitas, alam dan teknologi, kreativitas manusia dan kecerdasan buatan.

“Ini adalah tentang memberi penghormatan pada tradisi yang membentuk kita sekaligus membuka pintu bagi suara-suara baru dan pertemuan yang hanya tercipta ketika manusia benar-benar bertemu,” ujarnya.

Pameran perdana ini menghadirkan galeri dan seniman dari Indonesia, Jepang, Korea, Singapura, hingga Spanyol. Mulai dari Santrian Art Gallery yang menyatukan tradisi Bali dengan semangat kontemporer, Asia Pacific Print Club yang mendorong seni cetak di kawasan Asia Pasifik, hingga Feb Gallery Tokyo yang dikenal dengan eksperimen lintas budaya.

Baca juga:  Kuningan, Ribuan Warga Desa Adat Munggu Ikuti Tradisi Makotek

Edisi perdana Art & Bali menampilkan Terra Nexus yang dikuratori oleh Mona Liem. Mona Liem menjelaskan, Terra Nexus menghadirkan lebih dari 30 seniman dengan karya melintasi batas medium dari instalasi imersif hingga kolaborasi seniman digital dengan pemahat tradisional, menunjukkan pertemuan seni, ekologi, dan teknologi.

“Sebuah panggung di mana teknologi dan sains menari bersama seni untuk melahirkan inovasi yang berakar pada konteks budaya lokal,” ujar Mona Liem.

Baca juga:  Dari Pulang ke Rumah Ortu, Perempuan Berkeluarga Akhiri Hidup hingga Ini Kata Kadisdikpora Soal PTM

Pada pameran ini, untuk pertama kalinya di Bali, publik bisa menyaksikan Trokomod, karya monumental setinggi 7,5 meter dari Heri Dono. Karya ini pernah dipamerkan di Venice Biennale 2015. Kehadirannya di Nuanu semakin lengkap dengan pertunjukan site-specific dari kolektif Kitapoleng. (Dedy Sumarthana/balipost)

BAGIKAN