Personel Polda Bali mengecek kapal tempat penampungan ABK yang mengaku ditipu calo. (BP/istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Kasubdit Renakta Ditreskrimum Polda Bali AKBP Gusti Ayu Putu Suinaci, Kamis (4/9), memaparkan kronologi pengungkapan dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang melibatkan calon anak buah kapal (ABK) yang berhasil diungkap di Pelabuhan Benoa, Denpasar.

Dalam kasus ini sebanyak 21 calon ABK berhasil dipulangkan dari sebelumnya 22 ABK diselamatkan Polda Bali saat berada di KM Awindo 2A.

Menurut mantan Kapolsek Kawasan Pelabuhan Benoa ini KM Awindo 2A merupakan kapal penangkap cumi yang beroperasi di area fishing ground dekat dengan Papua atau Laut Aru. Untuk pemiliknya masih dalam proses penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peran-peran terjadinya dalam kasus ini masih berlangsung secara maraton.

Kronologi terbongkarnya TPPO ini, mantan Kasubdit III Ditreskrimsus Polda Bali ini mengungkapkan pada 29 Juli 2025 pihaknya mendapat informasi ada awak kapal mohon evakuasi ke Basarnas. Selanjutnya Tim Subdit IV Ditreskrimum Polda Bali melakukan penelusuran.

Baca juga:  Diduga Terlibat TPPO, Dua Orang Ditangkap di Bandara

Berdasarkan surat perintah penyelidikan melakukan audiensi dengan para ABK KM Awindo 2A dengan memberikan mereka lembar testimoni yang merupakan program kerja Direktorat Tipid PPA-PPO Bareskrim Polri.

Saat itu petugas menemukan sejumlah testimonial yang terindikasi penjeratan utang dan penipuan serta metode perekrutan yang identik dengan memanfaatkan status kelompok rentan.

Selanjutnya tim menawarkan evakuasi dan banyak dari mereka yang ingin dievakuasi. Karena keterbatasan, Tim Subdit IV melakukan evakuasi secara bertahap.

Sesampainya di Gedung RPK Polda Bali dilakukan pemeriksaan secara intensif. Para ABK yang didominasi usia 18 hingga 23 tahun tersebut ditemukan sejumlah kondisi yang tidak ideal, seperti KTP-nya dirampas, HP diambil dan dipaksa bekerja tanpa kontrak kerja serta kepastian hak atau jaminan kerja dan tanpa memperhatikan K3 (kesehatan dan keselamatan kerja).

Baca juga:  Indonesia Pelajari Dugaan TPPO Dalam Isu Rohingya

Diberi makan enam bungkus mie yang jika dibagi untuk para korban, masing-masing hanya mendapatkan dua sendok saja. Minum air tawar mentah yang diambil dari palka penyimpanan air tawar kapal, tanpa penerangan, disekap dengan akses yang sulit dijangkau dari daratan karena posisi kapal sedang labuh di tengah perairan Pelabuhan Benoa.

Akibat peristiwa ini, para korban ketakutan, kecewa, merasa ditipu. Namun mereka tidak mampu melawan. Mereka berharap ingin diselamatkan, rindu keluarga, ingin pulang dan khawatir dicelakai apabila kapal sudah meninggalkan Pelabuhan Benoa.

“Saat perekrutan, para korban dijanjikan bekerja pada UPI (Unit Pengelolaan Ikan), kerja di sejumlah perusahaan di Jakarta, Pekalongan, Surabaya, bukan di Bali,” ungkapnya.

Baca juga:  Bareskrim Selamatkan Dua Bayi dari TPPO

Mereka juga diberikan kasbon Rp 6 juta di awal sebelum mulai bekerja, namun mereka hanya menerima gaji Rp 2.500.000 karena harus dipotong biaya calo, sponsor, administrasi, cetak KTP, travel, dan biaya-biaya lainnya yang tidak mereka ketahui.

Rata-rata mereka dijanjikan mendapat gaji perbulan Rp 3.400.000, namun ternyata hanya Rp 35.000 per hari. Hingga saat penyidik sedang bekerja keras untuk membuat terang perkara ini.

“Kami mohon doa dan dukungan semua pihak agar kejahatan luar biasa terhadap rasa kemanusiaan ini bisa diselesaikan dengan baik, tuntas, objektif dan memberikan rasa adil bagi semua pihak,” tutup Suinaci. (Kerta Negara/balipost)

BAGIKAN